Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. (Yoh 1:1-5)

Minggu, 20 Maret 2011

Minggu Prapaskah II Tahun A

Mg Prapaskah II: Kej 12:1-4c; 2Tim 1:8b-10; Mat 17:1-9

"Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."
Setelah memasuki bahtera perkawinan atau tahbisan imamat, pada umumnya orang menikmati masa yang menarik dan mempesona, yaitu `bulan madu'. Selama berbulan madu kiranya orang sungguh menikmati masa-masa indah dan mempesona, yang mendorong orang kemudian menjanjikan sesuatu yang luhur, mulia, tinggi dan menggiurkan, misalnya baik suami atau isteri akan setia saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, seorang imam berjanji untuk melayani umat dimanapun dan kapanpun dengan rendah hati. Ada kemungkinan orang menyebar-luaskan janji tersebut kepada siapapun tanpa perhitungan. Tiga rasul mengalami sesuatu yang indah dan mempesona, pengalaman penglihatan Yesus bersama dua nabi termashyur dalam perubahan rupa di bukit Tabor, namun Yesus berpesan kepada mereka "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati" Selama memasuki masa Prapaskah ini ada kemungkinan kita juga menerima hiburan-hiburan rohani atau pencerahan dan kita tergerak untuk menceriterakannya kepada saudara-saudari kita. Namun baiklah dengan sabar kita membagikan pengalaman tersebut sampai di Hari Kemenangan, Hari Raya Paskah nanti.

"Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."(Mat 17:9)

Sabda Yesus ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak mengumbar atau menyebar-luaskan seenaknya apa yang baik dalam diri kita atau yang kita miliki, misalnya cita-cita, harapan, dambaan, niat-niat, dst… Kita diharapkan untuk mencecap dalam-dalam atau meresapkan semua itu ke dalam hati sanubari, sehingga merasuki seluruh anggota tubuh kita. Maka baiklah selama masa Prapaskah ini kita mawas diri perihal janji-janji yang telah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji pegawai atau pelajar, sumpah dst.. Ketika dalam mawas diri ada kemungkinan kita memperoleh pencerahan: suatu ajakan atau panggilan dan niat untuk memperbaharui janji, karena telah ingkar janji, hendaknya ajakan atau niat tersebut dicecap dalam-dalam dahulu dan di Trihari Suci nanti kita perbaharuilah dengan sepenuh hati.

Keutamaan kesabaran itulah yang hendaknya kita perdalam selama masa Prapaskah. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur , Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Gejolak dalam diri kita dapat bersifat baik atau buruk, bermoral atau amoral. Gejolak yang buruk dan amoral hendaknya dengan diam-diam ditahan seraya melakukan apa yang berlawanan alias yang baik dan bermoral. Ketika berbuat baik pun hendaknya juga dengan diam-diam, tak usah mencari muka, sebagaimana dipesankan oleh Yesus ketika memasuki masa Prapaskah, pada hari Rabu Abu :"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:1-4)

Berbuat baik kepada sesama diharapkan tidak karena paksaan dalam bentuk apapun, melainkan merupakan kesaksian iman yang mendalam, meluap dari kedalaman hati sanubari. Maka baiklah kita renungkan sapaan atau peringatan Paulus kepada Timoteus di bawah ini.

"Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah. Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2Tim 1:8-10)

"Ikutilah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah", inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Injil adalah kabar gembira atau kabar baik. Pada masa kini untuk berbuat baik atau mewartakan atau menyebarluaskan apa yang baik kiranya akan menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Marilah kita hadapai aneka tantangan, hambatan dan masalah dengan atau dalam kekuatan atau kasih karunia Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah kita pasti mampu mengatasi aneka hambatan, tantangan dan masalah.

Kasih karunia atau kekuatan Allah antara lain berupa iman, harapan dan cintakasih, maka baiklah aneka hambatan, tantangan dan masalah kita hadapi dengan atau dalam iman, harapan dan cintakasih. Dalam atau dengan iman berarti kita mempersembahkan diri seutuhnya dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/kekuatan menghadapi aneka hambatan, tantangan dan masalah, yang berarti bekerja keras melaksanakan aneka macam tugas atau pekerjaan kita. Maka bagi yang sedang bekerja hendaknya sungguh mengerjakan sepenuh hati pekerjaan yang diberikan kepadanya, demikian juga bagi yang sedang belajar, hendaknya sungguh belajar dengan giat. Dalam dan dengan harapan berarti melaksanakan aneka macam tugas atau menghadapi aneka hambatan, tantangan dan masalah dengan gembira serta ceria, penuh gairah dan semangat. Dalam kegairahan, keceriaan dan kegembiraan hati, jiwa aka budi dan anggota tubuh kita senantiasa terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan serta siap sedia memfungsikannya. Hadapilah aneka masalah, tantangan dan hambatan dengan gairah, semangat dan ceria. Dalam dan dengan cintakasih berarti menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan secara positif serta menyikapinya sebagai wahana atau sarana untuk tumbuh dan berkembang. Cintakasih itu "sabar, murah hati,tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (lih 1Kor 13:4-7)

"Firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan"
(Mzm 33:4-5.18-19)

Jakarta, 20 Maret 2011

Ditulis oleh Romo Ignatius Sumarya, SJ

Murahlah Hati, Sama Seperti Bapamu Murah Hati

Lukas 6 : 36 - 38

36           Hendaklah kamu murah hati,
                sama seperti Bapamu adalah murah hati.
37           Janganlah kamu menghakimi,
                maka kamu pun tidak akan dihakimi.
                Dan janganlah kamu menghukum,
                maka kamu pun tidak akan dihukum;
                ampunilah dan kamu akan diampuni.
38           Berilah dan kamu akan diberi:
                 suatu takaran yang baik,
                yang dipadatkan,
                yang digoncang
                dan yang tumpah ke luar
                akan dicurahkan ke dalam ribaanmu.
                Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur,
                akan diukurkan kepadamu.

Perempuan biasanya paling cepat dapat info tentang big sale dimana-mana, apa yang di ‘sale’, kapan dan syaratnya. Termasuk dimana garage sale, kapan ada ‘midnight’ sale dan barusan saya lihat di twitter ada juga ‘subuh’ sale. Tujuannya sederhana, mengharapkan bisa mendapatkan barang yang dicari – lebih sering tidak dibutuhkan dengan harga miring alias murces. Seringkali saat kita keliling di mall, tergoda untuk mampir menengok-nengok toko yang bertanda ‘Sale’ besar-besar. Ini yang kita kenal sebagai ‘impulsive buying’ – metode belanja yang tiba-tiba muncul, dan selama uang ada – apalagi ada kartu kredit, terlampiaskanlah keinginan belanja itu. Tapi bisa jadi godaan ini menjadi pisau bermata dua, akhir bulan kita pusing memikirkan bagaimana membayar tagihan kartu kredit, apalagi mengisi tabungan.
Disisi lain kita lebih gengsi kalau mendapatkan hadiah yang kita tahu ‘mahal’, tetapi bukan barang ‘sale’, juga bukan barang second. Kita merasa disepelekan begitu tahu bahwa hadiah tersebut bernilai ‘murahan’ walaupun untuk mencarinya diperlukan kerja keras juga seperti layaknya kita berebut barang ‘sale’. Kita bisa bercerita dengan bangga bahwa pasangan kita menghadiahi kita barang ‘mahal’, bukan barang murahan. Mungkin saya salah, tapi sebagian teman setuju bila dikatakan inilah paradoks perempuan : suka membeli barang murah, tapi tidak suka diberi barang murahan.
Kita sering bertindak secara paradoks  juga. Sering kita jual murah pada orang lain, tapi jual mahal pada orang-orang terdekat kita. Kita sering murah hati pada orang-orang yang baru kita kenal, atau kawan yang jarang ditemui, hanya sekedar untuk memberi kesan ramah, murah senyum dan suka menolong. Tetapi kalau kita mau jujur, apakah kita juga murah hati kepada orang-orang yang setiap hari kita jumpai? Para karyawan di kantor, pembantu rumah tangga bahkan anak-anak dan pasangan kita? Kita tidak perlu menutup-nutupi dengan berbagai cara karena mereka sendiri melihat apakah kita melakukannya dengan tulus, tanpa tedeng aling-aling. Murah hati dengan tidak serta merta menghakimi dan mudah menghukum, hanya karena kita atasan mereka, orang tua yang memiliki kuasa atas anak-anak, atau serta merta ingin menunjukkan lebih berkuasa atas pasangan kita.
Murah hati juga berarti mudah memaafkan, memberi harapan senantiasa dan percaya bahwa dengan perhatian dan kasih maka seseorang akan menjadi lebih baik. Semoga kita mau belajar untuk senantiasa murah hati, murah senyum, murah pujian bukan hanya bagi orang-orang yang baru kita kenal, tapi juga bagi mereka yang membutuhkan perhatian dan kasih kita.
Ditulis oleh Ratna Ariani


Mengapa surat-surat kabar penuh dengan berita korupsi, penyelewengan, penipuan. dan sebagainya? Sebab banyak orang yang berkedudukan tinggi dalam pemerintahan tidak tahu satu hal yang paling dasariah, yaitu : Berilah, dan kamu akan diberi. ...Mereka justru "mengambil" sebanyak-banyaknya, lalu menggunakannya untuk membangun rumah ketiga, membeli mobil tambahan, padahal begitu banyak orang tidak punya rumah; kendaraan mereka hanyalah sepeda butut.
Yesus tidak pernah memikirkan rumah baru atau pun kendaraan untuk berkeliling Tanah Suci. la pasti tidak mengincar pula rumah-rumah makan yang paling lezat hidangannya. Mengapa? Sebab la ingin bermurah hati seperti Bapa-Nya murah hati juga. Artinya: la hidup untuk memberi bukan untuk diberi. la tidak memikirkan diri-Nya sebab la tahu bahwa kalau la berbuat demikian, la tidak akan memikirkan orang lain. la seorang pemimpin sejati.
Secara resmi Yesus bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Namun, masyarakat berbondong-bondong datang kepada-Nya. Mengapa? Sebab manusia lain adalah segala-galanya bagi Yesus, baik hidup fisik, maupun - dan terutama - hidup spiritualnya. Maka la mengajar hingga ke pelosok-pelosok. la tidak menuntut bayaran. la tahu bahwa sebagai pemimpin la harus menghabiskan diri-Nya seperti lilin yang bemyala hingga tak punya bahan lagi untuk dibakar. Justru karena demikianlah hati-Nya, maka la dengan sepenuh hati siap mati demi segenap umat manusia. Pada-Nya terbukti bahwa yang memberi paling banyak, diberi pula paling banyak. Sebab la dibangkitkan, naik ke surga, duduk di sebelah Allah Bapa. Di surga pun pikiran-Nya selalu terpusat pada manusia untuk memberi, memberi, memberi.
Aku hidup untuk memberi atau diberi ?
Ditulis oleh Peter Suriadi

Percakapan dengan Perempuan Samaria



Carracci - The Samaritan Woman at the Well

Located in the Catacomb of Via Latina outside Rome this painting is linked with the Biblical scripture John 4:1-42. There are a great many versions, however this one is an oil on canvas painted by Italian artist Annibale Carracci around 1593 CE. (http://artsmasterpiece.blogspot.com/2010_10_01_archive.html)


Yohanes 4 : 5 - 42


5              Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria,
                yang bernama Sikhar
                dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.
6              Di situ terdapat sumur Yakub.
                Yesus sangat letih oleh perjalanan,
                karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu.
                Hari kira-kira pukul dua belas.
7              Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air.
                Kata Yesus kepadanya:
                                "Berilah Aku minum."
8              Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.
9              Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya:
                                "Masakan Engkau,
                                seorang Yahudi, minta minum kepadaku,
                                seorang Samaria?"
                (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)
10           Jawab Yesus kepadanya:
                                "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah
                                dan siapakah Dia yang berkata kepadamu:
                                Berilah Aku minum!
                                niscaya engkau telah meminta kepada-Nya
                                dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."
11           Kata perempuan itu kepada-Nya:
                                "Tuhan,
                                Engkau tidak punya timba
                                dan sumur ini amat dalam;
                                dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?
12                           Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub,
                                yang memberikan sumur ini kepada kami
                                dan yang telah minum sendiri dari dalamnya,
                                ia serta anak-anaknya dan ternaknya?"
13           Jawab Yesus kepadanya:
                                "Barangsiapa minum air ini,
                                ia akan haus lagi,
14                           tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya,
                                ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
                                Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya,
                                akan menjadi mata air di dalam dirinya,
                                yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."
15           Kata perempuan itu kepada-Nya:
                                "Tuhan, berikanlah aku air itu,
                                supaya aku tidak haus
                                dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air."
16           Kata Yesus kepadanya:
                                "Pergilah,
                                panggillah suamimu
                                dan datang ke sini."
17           Kata perempuan itu:
                                "Aku tidak mempunyai suami."
                Kata Yesus kepadanya:
                                "Tepat katamu,
                                bahwa engkau tidak mempunyai suami,
18                           sebab engkau sudah mempunyai lima suami
                                dan yang ada sekarang padamu,
                                bukanlah suamimu.
                                Dalam hal ini engkau berkata benar."
19           Kata perempuan itu kepada-Nya:
                                "Tuhan,
                                nyata sekarang padaku,
                                bahwa Engkau seorang nabi.
20                           Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini,
                                tetapi kamu katakan,
                                bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah."
21           Kata Yesus kepadanya:
                                "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan,
                                saatnya akan tiba,
                                bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini
                                dan bukan juga di Yerusalem.
22                           Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal,
                                kami menyembah apa yang kami kenal,
                                sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.
23                           Tetapi saatnya akan datang
                                dan sudah tiba sekarang,
                                bahwa penyembah-penyembah benar
                                akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;
                                sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
24                           Allah itu Roh
                                dan barangsiapa menyembah Dia,
                                harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
25           Jawab perempuan itu kepada-Nya:
                                "Aku tahu,
                                bahwa Mesias akan datang,
                                yang disebut juga Kristus;
                                apabila Ia datang,
                                Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami."
26           Kata Yesus kepadanya:
                                "Akulah Dia,
                                yang sedang berkata-kata dengan engkau."
27           Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya
                dan mereka heran,
                bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan.
                Tetapi tidak seorang pun yang berkata:
                                "Apa yang Engkau kehendaki?
                                Atau:
                                 Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?"
28           Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ
                lalu pergi ke kota
                dan berkata kepada orang-orang yang di situ:
29                           "Mari, lihat!
                                Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku
                                segala sesuatu yang telah kuperbuat.
                                Mungkinkah Dia Kristus itu?"
30           Maka mereka pun pergi ke luar kota
                lalu datang kepada Yesus.
31           Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia,
                katanya:
                                "Rabi, makanlah."
32           Akan tetapi Ia berkata kepada mereka:
                                "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal."
33           Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain:
                                "Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya
                                 untuk dimakan?"
34           Kata Yesus kepada mereka:
                                "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku
                                dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
35                           Bukankah kamu mengatakan:
                                Empat bulan lagi tibalah musim menuai?
                                Tetapi Aku berkata kepadamu:
                                Lihatlah sekelilingmu
                                dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning
                               dan matang untuk dituai.
36                           Sekarang juga penuai telah menerima upahnya
                                dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal,
                                sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.
37                           Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa:
                                Yang seorang menabur dan yang lain menuai.
38                           Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan;
                                orang-orang lain berusaha
                                dan kamu datang memetik hasil usaha mereka."
39           Dan banyak orang Samaria dari kota itu
                telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu,
                yang bersaksi:
                                "Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat."
40           Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus,
                mereka meminta kepada-Nya,
                supaya Ia tinggal pada mereka;
                dan Ia pun tinggal di situ dua hari lamanya.
41           Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,
42           dan mereka berkata kepada perempuan itu:
                                "Kami percaya,
                                tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan,
                                sebab kami sendiri telah mendengar Dia
                                dan kami tahu,
                                bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia."



Satu hari dalam perjalanannya menuju Galilea, Yesus singgah melepas lelah di dekat sebuah sumur di daerah Samaria. Di situ ia bertemu dengan seorang perempuan yang datang hendak menimba air. Terjadi percakapan di antara mereka. Lambat laun perempuan itu mengenali Yesus sebagai nabi dan sebagai Mesias yang kedatangannya ditunggu-tunggu orang sejak lama. Perempuan itu kemudian mengajak orang-orang sekota ikut menemui sang tokoh dan mereka pun menjadi percaya. Begitulah ringkasan isi Yoh 4:5-42 yang dibacakan pada Minggu III Prapaskah tahun A ini. Jalan ceritanya sederhana, tapi kaya akan makna bagi orang zaman sekarang pula.

Pada akhir tulisan ini akan ditunjukkan pula bagaimana Injil ini dapat dipakai membaca kembali peristiwa umat mempertengkarkan kehadiran ilahi yang diceritakan dalam Kel 17:3-7.

MENGUBAH CARA PANDANG

Wilayah Israel dulu terbagi tiga daerah, yakni Yudea (Yerusalem) di selatan, Galilea (Nazaret) di utara, dan di antara kedua wilayah ini terletak Samaria. Orang Yudea dan orang Galilea merasa diri orang Yahudi tulen walau sikap keagamaan masing-masing agak berbeda. Orang Yudea, khususnya yang di Yerusalem, beranggapan diri mereka lebih patuh beragama daripada orang Galilea yang biasanya lebih bebas sikapnya. Tetapi baik orang Yudea maupun orang Galilea umumnya menganggap orang Samaria sesat karena mereka hanya mengakui Kelima Kitab Musa (Pentateukh) sebagai Kitab Suci mereka. Orang Samaria juga dianggap bukan Yahudi tulen karena tercampur dengan orang-orang dari wilayah jajahan Asiria dulu. Ada sikap saling tak menyukai antara orang Yahudi (baik Yudea maupun Galilea) dan orang Samaria.  Dalam Yoh 4:9 dikatakan perempuan Samaria itu heran, masakan seorang Yahudi minta minum kepadanya, orang Samaria. Dan Injil menyisipkan penjelasan "Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria."

Perjumpaan dengan perempuan Samaria itu ditampilkan Injil Yohanes dalam bagian yang menunjukkan bagaimana kehadiran Yesus membawakan kegembiraan (bandingkan Yoh 2:1-11 pesta di Kana diselamatkan) dan membuat orang berpikir mengenai ibadat yang kelihatannya beres, tapi morat-marit di dalamnya (lihat Yoh 2:13-25 pembersihan Bait Allah). Setelah itu ada percakapan dengan Nikodemus (Yoh 3:1-10) mengenai perlunya "lahir kembali" untuk mengawali hidup batin bebas dari praanggapan-praanggapan saleh yang tidak menjamin hidup abadi. Percakapan dengan perempuan Samaria kali ini (Yoh 4:4-42) merangkum dua gagasan yang ditampilkan tadi, yakni bagaimana mencapai hidup abadi dan menyembah Yang Ilahi setulus-tulusnya.

Murid-murid Yesus heran (ay. 27) melihat guru mereka bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tidak dikatakan murid-murid itu heran guru mereka bergaul dengan orang Samaria. Murid-murid ini sudah mengatasi perbedaan suku dan agama dan wilayah, namun mereka belum lepas dari anggapan bahwa tak pantas seorang perempuan berbicara langsung dengan seorang guru mengenai soal-soal batin. Samar-samar Injil memberi kesan mereka akhirnya berubah pendapat mengenai kaum perempuan.

Dalam masyarakat Samaria, kaum perempuan cukup setara kedudukannya dengan kaum lelaki. Karena itu nanti perempuan Samaria tadi dapat membawa orang-orang kota Sikhar - tentunya kaum bapak terhormat - untuk datang menemui Yesus. Latar belakang ini membuat kita melihat betapa perjumpaan dengan Yesus yang ada dalam perjalanan itu berhasil mengubah sikap-sikap yang biasanya tidak lagi dipertanyakan. Perempuan Samaria itu berubah dari curiga menjadi beperhatian dan melihat Yesus sebagai nabi (ay. 19) dan bahkan Mesias (ay. 25-26). Ia kemudian malah mengajak orang-orang sekota menemuinya. Juga orang-orang Samaria yang lain berubah sikap dari hanya sekedar ingin tahu menjadi tulus dan ramah dan meminta Yesus - tentunya bersama murid-muridnya - tinggal di tempat mereka (ay. 39-42).

"KIRA-KIRA PUKUL DUABELAS"

Perempuan Samaria tadi datang ke sumur "kira-kira pada pukul dua belas" (ay. 6). Ini tak lazim. Biasanya orang tidak menimba air pada tengah hari. Boleh jadi perempuan tadi merasa kurang enak bertemu para perempuan lain. Memang kehidupan pribadinya tidak bisa dibanggakan, juga di masyarakat Samaria sendiri.

Suatu ketika dalam percakapan dengan perempuan Samaria tadi, Yesus memintanya memanggil datang suaminya. Tetapi perempuan itu menjawab ia tidak memiliki suami. Yesus membenarkan sambil menambahkan bahwa perempuan itu pernah bersuami sampai lima kali dan bahkan yang sekarang hidup bersama dengannya bukanlah suaminya. Percakapan mengenai kehidupan pribadi perempuan itu (ay. 16-18) merangkaikan pokok pembicaraan mengenai "air hidup" (ay. 7-15) dan "menyembah Bapa dalam Roh dan Kebenaran" (ay. 9-26).

Keadaan hidup pribadi yang tidak ideal bukan halangan untuk bertemu dengan Dia yang sedang berjalan lewat Samaria tadi dan menerima kekayaan batin dariNya. Juga tidak menjadi halangan bagi perempuan tadi untuk mengajak orang-orang sekotanya berbagi kekayaan rohani yang baru ini. Yesus bukan tokoh yang mengadili. Ia datang untuk memperkaya kehidupan batin sehingga orang mengenal Tuhan sebagai Bapa.

AIR YANG HIDUP

Dalam bagian pertama percakapan tadi (ay. 7-15) Yesus menyebut-nyebut "air yang hidup" yang bisa diberikannya kepada perempuan Samaria tadi. Dan air yang hidup itu tidak bakal membuat orang haus lagi. Yang meminumnya akan menemukan dalam batinnya mata air yang memancarkan air tak henti-hentinya sampai ke hidup abadi. Apa maksudnya? Dalam bahasa sehari-hari di sana dulu, "air hidup" ialah air yang mengalir, seperti air sungai atau air yang keluar dari sumber air, bukan air yang mandek seperti air yang tertampung dalam sumur.

Yesus - sumber air hidup - meminta minum dari perempuan Samaria yang datang hendak menimba air sumur yang bukan air mengalir - bukan air hidup. Meskipun Yesus menjelaskan arti rohani air hidup, perempuan tadi tidak langsung menangkap. Bisa jadi ia malah mengira Yesus berbicara mengenai tempat yang ada sumber air yang mengalir. Maka perempuan itu mau tahu di mana sehingga tak usah lagi datang ke sumur itu (ay. 15) sehingga tak perlu datang pada waktu sumur itu sepi. Ini sisi humor dalam dialog tadi. Hanya setelah pembicaraan berbelok menyangkut kehidupan pribadinya, barulah perempuan tadi sadar apa maksud Yesus.

DALAM ROH DAN KEBENARAN

Bagian kedua percakapan itu (ay. 19-26) berkisar pada tempat ibadat orang Samaria, yakni di-"gunung" ini, maksudnya gunung Gerizim, tempat pemujaan mereka. Orang Yahudi menganggap orang Samaria sesat karena ada anggapan tempat ibadat yang benar ialah Yerusalem. Perempuan tadi juga tahu hal itu (ay. 20). Tetapi Yesus mengatakan (ay. 21) bahwa akan tiba saatnya orang akan menyembah Bapa bukan di gunung itu dan bukan juga di Yerusalem. Tidak dikatakan di mana. Tapi yang dimaksudkannya jelas, yaitu di dalam dirinya. Lebih jelas lagi, Yesus menolak anggapan teologis yang waktu itu dikenakan orang Yahudi kepada orang Samaria. Mereka dianggap menyembah yang tak mereka kenal, sedangkan orang Yahudi sendiri menganggap diri mereka sajalah yang benar. Mereka mau memonopoli keselamatan (ay. 22). Yesus menegaskan, bukan hanya akan datang saatnya, melainkan sudah tiba saatnya orang menyembah Bapa dalam "roh dan kebenaran" - tidak terikat pada tempat yang membuat kehadiranNya terkurung. Itulah cara menyembah Bapa yang mendapat perkenanNya (ay. 23).

"Dalam roh dan kebenaran", maksudnya membiarkan dituntun oleh daya yang datang dari atas sana, yang betul-betul dapat memberi kelegaan, yang dapat menuntun ke hidup abadi. Dan perempuan tadi bukannya tidak tahu. Ia pernah mendengar bahwa Mesias akan datang untuk memberitakan semua itu (ay. 25). Yesus mengatakan bahwa Mesias yang dimaksud ialah dirinya yang saat itu sedang berbicara dengannya (ay. 26). Saat itulah perempuan tadi mulai mengerti dan segera pergi mengabarkan kepada orang-orang sekota untuk datang menemui Yesus (ay. 28) Dikatakan perempuan itu meninggalkan tempayannya - ia lupa akan tujuan semula pergi ke sumur. Ia mendapatkan sesuatu yang tak terduga-duga sebelumnya yang jauh lebih berharga. Dan inilah yang dikabarkannya kepada orang-orang sekota.

MAKNA

Baik pembaca dari zaman dulu maupun dari zaman sekarang sama-sama diajak menyadari bahwa Tuhan tetap mendatangi manusia, meskipun kekaburan mata batin kita sering membuat sosoknya kurang jelas dan suaranya terdengar lirih oleh telinga batin yang belum peka. Namun Tuhan membantu, kadang-kadang dengan menyapa kehidupan pribadi kita yang sering menjadi beban yang hanya bisa ditanggung. Baru di situ kita akan menyadari bahwa ada kekuatan dari atas yang mendekati dan memerdekakan.

Pembaca Injil Yohanes diajak memakai percakapan seperti itu untuk membaca kehidupan ini. Halangan-halangan sosial dan moral juga tidak lagi dibiarkan membuat kehidupan rohani macet. Juga sisi-sisi gelap masing-masing tidak usah lagi menjauhkan orang dari sumber air hidup yang menjadi bekal perjalanan ke hidup abadi. Orang diajak melihat terangnya sabda ilahi, dan tak usah murung, malu, terintimidasi oleh sisi-sisi gelap kehidupan ini yang toh tidak bisa diatasi dengan kekuatan sendiri.

Bagaimana Injil ini dapat dipakai membaca kembali peristiwa umat mempertengkarkan kehadiran ilahi yang diceritakan dalam Kel 17:3-7? Umat yang sedang berjalan di padang gurun itu kehausan dan mendambakan "air" agar bisa terus "hidup". Ada perkara yang lebih dalam. Teks Keluaran itu mengisahkan bagaimana kehidupan yang sulit di padang gurun memang membuat orang sulit percaya bahwa Yang Ilahi tetap melindungi. Dan umat waktu itu memang tidak percaya lagi. Umat di padang gurun waktu itu ingin menemui Yang Ilahi dalam ukuran-ukuran mereka sendiri, dalam cara-cara yang mengenakkan diri mereka. Dan bukan dalam cara yang ditawarkanNya sendiri. Ini amat berbeda dengan yang terjadi pada perempuan Samaria dan orang sekotanya. Seperti diulas di atas, lambat laun perempuan yang tadinya terhalang macam-macam hal (sikap permusuhan orang Samaria terhadap orang Yahudi, kehidupan pribadi perempuan itu sendiri) berhasil mengerti dan yakin bahwa sang tokoh ini ialah Mesias. Malah orang-orang sekota akhirnya dibawanya menjadi percaya.

Salam hangat,
A. Gianto

ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ

Jumat, 18 Maret 2011

Garam Dunia dan Terang Dunia

Matius 5:13-16


13             Kamu adalah garam dunia.
                Jika garam itu menjadi tawar,
                dengan apakah ia diasinkan?
                Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
14             Kamu adalah terang dunia.
                Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.
15             Lagipula orang tidak menyalakan pelita
                lalu meletakkannya di bawah gantang,
                melainkan di atas kaki dian
                sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
16             Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
                supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
                dan memuliakan Bapamu yang di sorga.


GARAM DAN TERANG DI MASYARAKAT

Ditegaskan dalam bacaan Injil Minggu V tahun A kali ini, Mat 5:13-16, bahwa para murid ialah "garam" dan "terang" bagi dunia. Pernyataan ini kerap mendorong agar orang berusaha sekuat tenaga menggarami dunia serta meneranginya. Dunia ini seakan-akan tempat yang hambar dan gelap belaka dan karena itu perlu diselamatkan. Itukah yang hendak diajarkan kepada para murid? Injil sebenarnya mengajarkan hal lain, yakni agar para murid tidak membiarkan diri luntur identitasnya dan bakal didiamkan orang. Bagaimana penjelasannya? Marilah kita ikuti pembicaraan mengenai garam dan terang sebelum memasuki teks Injil.


CHRIS :   Kita ini sering berpanjang-panjang bicara tentang garam dan terang, bagaimana sih menerapkannya bagi orang sekarang, lebih-lebih bagi umat paroki sini.
MATT :    Romo, di paroki sini atau di Vatikan garam sama-sama mengurangi rasa hambar. Omong-omong, ini nih Paulus bilang kepada umat Kolose (Kol 4:5-6): "Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada. Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Latinnya ay. 6 terasa gurih: "Sermo vester semper in gratia sale sit conditus...."
CHRIS :   Jadi bagi Paulus kata-kata yang bijak penuh kasih itu seperti makanan yang gurih diresapi garam!
MATT :    Nah, tidak berputar-putar kan? Paulus menolong kita mengerti bahwa garam itu membuat orang bisa membawakan diri. Maklum orang perlu bergaul dengan "orang-orang luar", bukan hanya kalangan sendiri. Kolose itu pusat perdagangan dan industri wol zaman itu, kayak daerah industri Tangerang dan Bekasi yang menyerap tenaga kerja dari mana-mana. Para manajer di Kolose banyak yang sudah jadi umat; mereka itulah yang disurati Paulus.
CHRIS :   Apa hidup sebagai terang dunia juga bisa dipandang dengan cara itu?
MATT :    Terang menyingkirkan gelap, membuat pikiran bisa memilah-milah, membuat orang ber-discernment, tahu jalan yang benar, menjauhi cara-cara yang asal saja.
CHRIS :   Jadinya ingat Kol 1:12. Paulus bersyukur dengan penuh sukacita kepada Bapa yang telah membuat kaum beriman di Kolose layak mendapat bagian di dalam kehidupan "orang-orang kudus dalam terang". Jadi hidup dalam kekudusan walau masih berpijak di bumi.
MATT :    Pikirannya begini. Para murid sudah dilepaskan dari kuasa kegelapan - seperti dimaksud Paulus dalam ayat berikutnya. Mereka hidup dalam alam yang sudah dibuka oleh Yesus.
CHRIS :   Maksudnya merdeka dari kekuatan-kekuatan yang mengungkung, meski masih di dunia ini? Dan kita musti kreatif, tidak hambar dan kabur?
MATT :   Akur!


MENYIMAK  Mat 5:13-16
Murid-murid disebut "Kamulah garam dunia...!" (ay. 13a). Bukannya diserukan agar mereka "menjadi" garam. Yang dimaksud ialah agar mereka tetap sebagai garam. Perkaranya, bagaimana bila dayanya hilang dan jadi hambar (ay. 13b)? Ini terjadi bila murid kehilangan identitasnya. Garam yang hambar tak berguna, bakal dibuang, diinjak-injak (ay. 13c). Murid yang tak bisa ikut membuat dunia ini makin awet dan enak didiami dengan sendirinya tidak menyumbang banyak. Sayang!

Para murid juga dibaratkan sebagai "terang dunia" (ay. 14a). Menyusul dua contoh. Pertama, kota di atas gunung tentu saja terlihat dari mana-mana (ay. 14b). Murid-murid tak bisa menutup-nutupi diri, tak bisa bersembunyi. Cara hidup mereka pasti terlihat, tak peduli apakah orang akan mendatanginya sebagai tempat berlindung atau malah sebagai sasaran kedengkian. Bagaimanapun juga, yang melihatnya tidak bakal hanya mendiamkannya. Contoh selanjutnya makin jelas. Lampu menerangi seluruh ruang karena memang dipasang di atas, tidak ditutup dengan tempayan (ay. 15). Para murid memang ada di tempat yang memungkinkan mereka menerangi seluruh ruang. Hidup sebagai murid bukan urusan kesempurnaan pribadi, melainkan hidup menerangi lingkungan. Lebih tajam lagi ay. 16. Mereka hendaknya bersinar bagi semua orang sehingga perbuatan baik mereka dilihat dan orang-orang akan "memuliakan Bapamu yang ada di surga".

PENGAJARAN YESUS DI BUKIT
Bacaan dari Mat 5:13-17 diangkat dari kumpulan ajaran Yesus yang pertama dalam Injil Matius, yaitu Mat 5-7. (Ada empat kumpulan lain, yakni Mat 10; 13; 18; 24-25.) Pada awal kumpulan pertama disebutkan, ketika melihat orang banyak, Yesus naik ke sebuah bukit dan mulai mengajar para murid yang datang kepadanya (Mat 5:1-2; lihat juga ulasan bagi hari Minggu IV yang lalu). Di situ ia mengucapkan delapan Sabda Bahagia (ay. 3-10) yang bersangkutan dengan kehidupan pada umumnya, ("Berbahagialah orang yang...!"). Sabda Bahagia yang ke delapan (ay. 10) menyebut berbahagia orang yang mengalami perlakuan buruk, dianiaya, karena mau melakukan kehendak Allah. Isi Sabda Bahagia ke sembilan, ay. 11, sama dengan yang ada dalam ay. 10 tadi, tetapi ditujukan langsung kepada para murid ("Berbahagialah kamu...!) yang mengikutinya ke bukit tadi. Mulai saat itu Yesus mulai berbicara mengenai kehidupan para murid sendiri. 

Ada tiga hal yang boleh dicatat. Pertama, pembicaraan mengenai garam dan terang dunia itu menyangkut diri para murid sendiri. Kedua, konteksnya ialah pengalaman orang yang merasa dimusuhi karena melakukan kehendak Allah (ay. 10), dicela dan diperlakukan buruk karena Yesus (ay. 11). Ketiga, walaupun demikian, mereka diharapkan tetap bersuka cita dan bergembira (ay. 12), dalam bahasa sekarang, tidak kehilangan harga diri. Dalam konteks inilah pengajaran mengenai garam dan terang tampil sebagai pengajaran mengenai hidup para murid. Mereka diminta agar tetap berlaku sebagai garam dan terang kendati mereka dimusuhi. Mereka diharapkan berteguh dalam kesulitan. Inilah yang bakal membuat mereka ikut disebut "berbahagia".

Di dalam masyarakat modern pelbagai macam nilai bermunculan silih berganti, segudang gagasan dipasarkan,  pelbagai keyakinan diperjualbelikan. Di hadapan semua itu orang bisa ikut arus dan akhirnya tenggelam. Acap kali ada yang memilih jalan mudah dengan menentang semua yang beredar di dunia. Itukah pengajaran bagi para murid? Garam dan terang tidak mesti berkonfrontasi dengan dunia. Peran utamanya justru membuat dunia tak gampang membusuk dan malah semarak indah dilihat, bukan mencurigai dan memusuhinya.

DI MASYARAKAT YANG BERLAPIS-LAPIS
Dalam konteks pengajaran di Bukit, menjadi murid jelas bukan ditujukan bagi keselamatan sendiri atau demi keluhuran sang guru, melainkan agar orang banyak bisa melihat betapa Yang Mahakuasa yang di surga itu bisa dialami sebagai yang sebagai Bapa yang Maharahim. Perbuatan baik para murid menjadi jalan bagi Yang Mahakuasa agar terlihat oleh orang banyak sebagai Bapa!

Bisakah orang tetap menjadi garam dan terang di dalam masyarakat majemuk dan yang rumit susunannya seperti masyarakat zaman ini? Orang tak bisa tinggal hanya di dalam kelompok sendiri. Mau tak mau akan ikut berperan di dalam macam-macam tataran lain. Bisakah orang tetap punya identitas? Ya. Sekali ditaburkan, garam memberi rasa pada sayur. Begitu pula terang menyinari seluruh ruangan, tidak terbatas di satu sudut saja. Bila ada tempat yang tidak kena terang atau tidak tergarami, itu karena ada penghalangnya. Dalam masyarakat yang berlapis-lapis, para murid tidak hanya menggarami kelompok sendiri atau menerangi lingkungan terbatas. Yang terjadi pada satu tataran akan ada kelanjutannya di lapis lain pula. Katakan saja "garam dan terang dunia" itu membola dunia. Bila hanya setempat-setempat saja, maka hidup sebagai garam dan terang "bagi dunia" itu hanya tetap wacana belaka. Di era yang makin mengalami globalisasi ini, makin besar pula peran garam dan terang tadi. Yang tidak menjalankannya akan menjauhi kenyataan dan menjadi hambar, ambles, padam, tak masuk hitungan.

Hidup sebagai garam bukan berarti terjun mengasinkan orang-orang lain dengan menonjolkan ibadat serta rumus-rumus kepercayaan sendiri. Itu justru arah yang semakin ke diri sendiri, makin sungsang. Garam itu meluas, tidak menciut. Hidup sebagai terang berpusar ke luar, tidak berputar ke dalam. Maka usaha mendapat pengikut sebanyak-banyaknya ala kegiatan proselitisme bukan tafsiran garam dan terang dunia yang bisa dipertanggungjawabkan. Lalu apa?

Sekali lagi Mat 5:16 dapat dipakai sebagai pegangan. Para murid diminta agar melakukan perbuatan yang bakal membuat orang-orang bisa memuliakan Bapa yang ada di surga. Maksudnya ialah agar perbuatan dan tingkah laku para murid itu menjadi bentuk kehadiran Bapa di dunia ini. Kehadiran seperti ini tidak dapat dipaksa-paksakan kepada orang banyak. Hanya bisa dipersaksikan. Dan itu tidak selalu mudah dimengerti. Kerap kali sikap kurang menerima dan memusuhi berawal dari kurang mengenali apa yang sedang terjadi. Maka tindakan yang paling bijak ialah membuat agar didengar dan dikenal terlebih dulu secara apa adanya. Makin berlapis-lapis sebuah masyarakat, makin perlu identitas masing-masing kelompok tampil dengan jujur. Tanpa integritas, dengan mudah terjadi saling kecurigaan mengenai itikad baik masing-masing dan kesetujuan-kesetujuan bersama susah tercapai. Memang keragaman dapat mengakibatkan sikap apatis, luntur, ngikut aje,  pindah-pindah. Tetapi justru garam dan terang bagi dunia itu akan menghilangkan rasa hambar dan mengendalikan kesimpangsiuran.

Salam hangat,
A. Gianto

Ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ

Yesus Mengutus Tujuh Puluh Murid

Lukas 10:1-9



1               Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain,
                lalu mengutus mereka berdua-dua
                mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
2              Kata-Nya kepada mereka:
                                "Tuaian memang banyak,
                                tetapi pekerja sedikit.
                                Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian,
                                supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.
3                                         Pergilah,
                                sesungguhnya Aku mengutus kamu
                                seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.
4              Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut,
                dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan.
5              Kalau kamu memasuki suatu rumah,
                katakanlah lebih dahulu:
                Damai sejahtera bagi rumah ini.
6              Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera,
                maka salammu itu akan tinggal atasnya.
                Tetapi jika tidak,
                salammu itu kembali kepadamu.
7              Tinggallah dalam rumah itu,
                makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu,
                sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.
                Janganlah berpindah-pindah rumah.
8              Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota
                dan kamu diterima di situ,
                makanlah apa yang dihidangkan kepadamu,
9              dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ
                dan katakanlah kepada mereka:
                Kerajaan Allah sudah dekat padamu.





SIAPA SAJA BISA JADI UTUSAN


Bagaimana menjelaskan pengutusan 70 murid yang dikisahkan dalam Luk 10:1-12 dan 17-20 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XIV tahun C ini? Peristiwa ini hanya ditemukan dalam Injil Lukas. Ceritanya jelas didasarkan pada tradisi yang lebih awal mengenai pengutusan Yang Duabelas seperti masih terlihat dalam Luk 9:1-6 dan 22:35-38 yang berisi pesan-pesan yang mirip. Tradisi ini juga muncul dalam Mat 9:37-38; 10:7-16.


SEMUA MURID IKUT DIUTUS






TANYA   : Jika kisah Yesus mengutus 70 orang murid itu berdasarkan kisah pengutusan Yang Duabelas, lalu apa maksud Lukas?

JAWAB   : Angka "70" itu ada arti simboliknya, yaitu kelipatan terbesar ("10") dari kelompok yang utuh ("7"). Maksudnya, "semua orang, siapa saja yang menjadi murid Yesus". Jadi bukan hanya Yang Duabelas yang berasal dari kalangan Yahudi. Pemikiran yang mencakup orang bukan Yahudi ini khas Lukas.

TANYA   : Tetapi angka "70" juga mengingatkan pembaca akan 70 tetua yang ditetapkan Musa untuk membantunya memimpin umat (Bil 11:16.17.24.25)? Ada gagasan bahwa para murid diikutsertakan menjalankan tugas Yesus seperti para tetua yang membantu Musa tadi?

JAWAB   : Benar. Mari kita tengok kembali Luk 9:51-62. Terpikir tokoh Elia yang diutus Tuhan ke Samaria, tapi ditolak dan malah akan ditangkap. Karena itu ia mengutuk pasukan dengan api dari langit (2 Raj 1:10.12). Injil memakainya untuk mengajarkan bahwa Yesus tidak mengancamkan kutukan kepada yang menolak. Dalam Injil hari ini 70 tetua yang membantu Musa itu diterapkan kepada siapa saja yang merasa menjadi murid Yesus.

TANYA   : Kaitan dengan Elia dan Musa itu sudah ada dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung (Luk 9:28-36). Di situ Musa dan Elia berbicara mengenai tujuan perjalanan Yesus, "exodos"-nya ke Yerusalem (Luk 9:31). Jadi dalam Injil Lukas kedua tokoh ini bahkan mengiringi perjalanan Yesus?

JAWAB   : Makin mekar nih wartanya! Memang wibawa tokoh-tokoh tadi menyertai perjalanan Yesus! Dan para murid yang merasa diutus mengabarkan Yesus boleh juga merasa disertai Elia dan Musa yang menyatu dengan Yesus. Bila dibaca begini Injil tidak terasa alot kan!



SPIRITUALITAS SANG UTUSAN


Kesaksian yang diberikan dua orang lebih berbobot. Maka lumrah murid diutus dua-berdua. Begitulah pengutusan dalam Gereja Perdana, seperti terjadi pada Barnabas dan Saulus (Kis 13:2); Judas dan Silas (Kis 15:27); Barnabas dan Markus (Kis 15:39); Paulus dan Silas (Kis 15:40); Timoteus dan Silas (Kis 17:14); Timoteus dan Erastus (Kis 19:22).


Dalam Injil hari ini para murid diibaratkan seperti anak domba yang datang ke tengah-tengah serigala. Gambaran ini juga dipakai dalam Mat 10:16. Bayang-bayang "Ierousalem" - kota Yerusalem yang memusuhi Yesus memang mengancam. Namun ibarat tadi tidak hanya berbicara tentang keterancaman. Domba biasanya tidak dibiarkan sendirian berada di tengah-tengah serigala. Ada gembala yang siap melindungi. Dua sisi ibarat ini patut diperhatikan. Bahaya memang disebut, tetapi ditegaskan pula ada perlindungan meskipun tidak selalu tampak. Oleh karena itu, tak mengherankan bila mereka dinasihati agar tidak membawa kelengkapan pribadi, uang, bekal, alas kaki, jangan menyalami orang di jalan, maksudnya, tak usah mengharapkan diantar. Itu semua tak perlu. Sudah ada yang menyertai. Murid-murid yang 70 tadi, yakni siapa saja yang menjadi murid Yesus, boleh percaya akan disertai wibawa dan kekuatan Elia dan Musa juga. Lebih dari pada itu, dalam menunaikan perutusan mereka, Yang Maha Kuasa sendiri akan memperdengarkan diriNya seperti terjadi dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung Luk 9:35 "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!" Siapa yang berani mendiamkan firman ini? Inilah kiranya penalaran teologis pengutusan yang hendak disampaikan Lukas.


Maka pergi ke medan kerasulan tanpa bekal dst. sebaiknya dilihat sebagai upaya untuk membuat agar kekuatan-kekuatan tadi makin tampil dengan lebih jelas. Bila murid-murid tidak menyandarkan diri pada kelengkapan sendiri, maka wibawa kekuatan tadi akan makin nyata. Sebetulnya yang diwartakan ialah kekuatan-kekuatan yang dari atas sana itu. Jadi bukanlah semata-mata orang diperintah terjun ke medan kerasulan tanpa bekal. Ini juga tidak riil. Mana pernah ada utusan yang dianggap bisa membawa diri dengan pantas dengan cara itu? Pada zaman ini orang-orang yang dituju, baik yang intelektual, enterpreneur, maupun kaum terpojok dan orang miskin, semuanya sama-sama mau tahu apa pewarta-pewarta Kerajaan Allah bisa membawakan diri dengan pantas dan meyakinkan. Bukan hanya terdorong gairah merasul yang bisa gembos jauh sebelum sampai ke tujuan perjalanan. Kisah ini dikemas Lukas untuk membuat pembaca berpikir mengenai apa itu "pengutusan" (perihal menugasi) dan "perutusan" (keseluruhan tugas) siapa saja yang mengaku murid Yesus. Dalam prakata Injilnya, Lukas berkata, ia menyusun kisah-kisahnya dengan teratur atas dasar penelitian yang seksama sehingga pembacanya yang mencintai Tuhan itu - sang Teofilus - mengerti bahwa yang diajarkan kepadanya itu sungguh benar (Luk 1:3-4). Ancar-ancar hermeneutik yang diberikan Lukas sendiri itu berguna untuk memahami Injilnya, juga bagi pembaca zaman ini.


"DAMAI SEJAHTERA" BAGI SIAPA?


Murid-murid diminta menyampaikan "damai sejahtera" bagi rumah yang mereka datangi. Bila diterima, damai sejahtera itu akan tinggal di sana. Bila tidak, akan kembali kepada mereka. Apa artinya? "Menyampaikan damai sejahtera" itu ungkapan yang diangkat dari tatacara mengirim surat dan menyampaikan pesan lewat seorang utusan. Lazimnya surat mulai dengan rumusan "damai sejahtera" dari pengirim bagi penerima. Masih bisa dilihat pada awal surat-surat Paulus, Yakobus, Petrus, Yudas dan surat kedua Yohanes. Pesan seperti ini perlu dilisankan oleh utusan di hadapan penerima agar isinya menjadi resmi. Bandingkan dengan surat wasiat yang mulai berlaku setelah dibacakan utuh oleh pelaksana di hadapan ahli waris. Warta datangnya dia yang dinanti-nantikan itu baru menjadi resmi bila dilisankan, diperdengarkan, dipersaksikan oleh utusan di hadapan yang dituju. Oleh karena itu peran utusan pembawa berita amat penting. .


Menurut tatacara, setelah berita diterima, utusan akan dijamu. Gemanya ada dalam Luk 10:8. Orang hanya perlu melapor bahwa sudah dijamu. Itu tandanya pesannya diterima baik-baik. Bagaimana bila pesan tidak digubris dan bahkan utusan dipermalukan? Dalam petikan hari ini dipakai ungkapan "salam yang kembali" kepada utusan, disimpan untuk lain waktu. Di sini ada pengajaran yang baru. Murid disuruh mengebaskan debu yang menempel pada kaki (ayat 11). Ini bukan ritual mengutuk atau tindakan simbolik memutuskan hubungan. Yang dimaksud ialah agar utusan tadi tak usah menjelaskan pernah datang di situ tetapi ditolak, tidak dijamu. Kota itu masih diberi kesempatan lain dan tidak langsung dicoret. Jadi salam yang kembali itu nanti bisa disampaikan kembali. Sekarang orang-orang diingatkan saja bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan biar mereka berpikir. Orang dulu memandang kehidupan ini pada dasarnya terancam kekuatan-kekuatan gelap yang siap menerkam. Bila Yang Mahakuasa membiarkan, daya-daya perusak itu akan datang menghunjam. Berpegang pada Kerajaan Allah membuat orang terlindung dari pengaruh jahat tadi. Menolaknya sama saja dengan tidak mencari perlindungan terhadap kekuatan-kekuatan jahat. Kota Sodom yang hancur itu bahkan lebih ringan bebannya. Paling tidak Lot dan keluarganya diselamatkan kecuali istrinya yang menengok ke belakang belum rela melepaskannya (Kej 19:24-28).


Dari bagian kedua petikan hari ini, yakni Luk 10:17-20, dapat disimpulkan bahwa tak sedikit yang menerima baik berita yang disampaikan para murid. Tidak dikatakan mereka berhasil "mempertobatkan" orang. Bukan itu yang penting. Yang mereka ungkapkan ialah kegembiraan mendapati roh-roh takluk kepada mereka. Dan bila ditengok ayat 9, Kerajaan Allah yang sudah dekat itu disampaikan dalam ujud penyembuhan, dalam rupa tindakan membebaskan orang dari pengaruh yang jahat.


Yesus memberi tahu murid-murid bahwa ini semua ini terjadi karena nama mereka terdaftar di surga (ayat 20). Sebagai warga Kerajaan Allah mereka unggul terhadap kekuatan-kekuatan gelap. Dalam kata-kata Yesus, "Iblis jatuh seperti kilat dari langit" (ayat 18), terbanting tanpa bisa bangun lagi. Siapakah "-mu" dalam "nama-mu ada terdaftar di surga" dalam ayat 20 itu? Tentu saja dalam kisah itu rujukannya ialah ke-70 murid tadi. Tapi seperti dijelaskan di muka, yang dimaksud tentunya siapa saya yang merasa menjadi murid Yesus. Jadi siapa saya yang menjadi murid Yesus "namanya ada terdaftar di surga" dan kekuatan-kekuatan gelap takluk. Ini Berita Gembira yang patut dirayakan hari Minggu ini!


PENGUTUSAN DAN PERUTUSAN GEREJA


Di dalam pembicaraan di atas dipakai istilah "pengutusan" di samping "perutusan". Mana yang benar dan sesuai dengan kaidah bahasa kita? Kedua-duanya bentukan yang sahih, tapi maknanya berbeda. "Pengutusan" ada kaitannya dengan perihal mengutus, sedangkan "perutusan" menyangkut seluk beluk tugas yang dijalankan orang yang diutus. Dalam petikan hari ini, maksudnya tugas mewartakan kedatangan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu, tugas mengabarkan sebentar lagi Yesus akan lewat di situ dalam perjalanannya ke Yerusalem. Bolehkah Gereja merasa mendapat pengutusan dari Yesus? Tentu saja. Seperti dilambangkan dengan 70 orang murid tadi, siapa saja menerima pengutusan, dari zaman Gereja Perdana yang diuraikan Lukas lebih lanjut dalam Kisah Para Rasul hingga masa kini. Manakah perutusan Gereja? Dari dulu hingga kini intinya sama, yakni bersama semua orang yang berkemauan baik, ikut menjauhkan pengaruh-pengaruh jahat dalam pelbagai bentuknya yang terus mengancam kehidupan. Dengan demikian Kerajaan Allah yang mengasalkan Gereja itu makin tepercaya dan makin menjadi ruang hidup yang leluasa.


Salam pekat,
A. Gianto


Ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ