Matius 17:24-27
24 Ketika
Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum
Jesus and the Temple Tax
24 When they came to Capernaum,
in Latinae
24 Et cum venissent
Capharnaum,
Dalam Matius 17:24-27 dikisahkan Yesus menyuruh Petrus pergi memancing ikan, dan dari mulut ikan pertama yang tertangkap ternyata terdapat mata uang empat dirham. Mata uang empat dirham itu kemudian dibayarkan kepada pemungut pajak Bait Allah bagi Yesus dan bagi Petrus sendiri. Nah, yang seringkali menjadi persoalan apakah mungkin seekor ikan mengulum mata uang empat dirham? Apakah kisah tersebut mau mengungkapkan kemahakuasaan Yesus dalam membuat mukjizat? Apakah kisah tersebut mau menampilkan kemahatahuan Yesus? Jika tidak, apakah maksud Matius menulis kisah tersebut? Mari kita mencoba memahami duduk perkara agar menjadi jelas maksudnya.
Kisah ini terjadi setelah Yesus
selesai melakukan beberapa pelayanan publik di Galilea dan mulai mengarahkan
sebagian besar perhatian-Nya kepada kedua belas murid karena sebentar lagi
mereka akan mengalami peristiwa yang amat menggoncangkan. Yesus mengumumkan
untuk kedua kalinya tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya (Mat 17:22-23),
hampir sama dengan pengumuman pertama kalinya (Mat 16:21-22). Yesus merasa
perlu mengulang perkataan-Nya ini, untuk menghapus gagasan “monarki duniawi”
yang terbenam dalam benak murid-murid-Nya sekaligus meyakinkan mereka bahwa ini
sudah diprediksi sebelumnya dan merupakan bagian dari rencana-Nya. Tentunya
hati para murid pun sedih sekali. Shock-nya
mungkin tidak sehebat pada waktu pengumuman pertama, tapi kesedihannya tidak
berkurang bahkan bertambah manakala perkataan pahit ini makin masuk ke dalam
jiwa mereka menyebabkan gelombang kesedihan yang lebih besar. Apalagi setelah
pengalaman Petrus sebelumnya, mereka tidak berani lagi mencoba mengoreksi dan
membujuk Sang Guru.
Ketika Petrus masih bersedih karena
pemberitahuan Yesus tersebut, seseorang kepadanya tentang apakah Yesus tidak
membayar pajak Bait Allah sebesar 2 dirham. Perlu diketahui bahwa pada zaman
Yesus, Hukum Taurat (bdk Kel 30:13;38:26) mewajibkan setiap orang Yahudi yang
berusia 20 tahun ke atas wajib membayar pajak Bait Allah setahun sekali sebesar
setengah syikel yang sama nilainya dengan 2 dirham. Pajak ini (bdk Kel 30:
11-16, 2Taw 24:6) ditujukan untuk pemeliharaan Bait Allah di Yerusalem dan
kurban-kurban yang dipersembahkan di sana. Tetapi, Petrus buru-buru membela
Yesus dengan mengatakan bahwa Yesus akan membayar pajak tersebut dan
membicarakan masalah ini dengan-Nya di dalam rumah. Ketika mereka sudah masuk
rumah, sebelum Petrus memulai pembicaraan, Yesus sudah mendahuluinya untuk
bertanya jawab soal pajak itu.
Dalam bertanya jawab mengenai pajak
tersebut Yesus memakai perumpamaan mengenai seorang raja yang memungut pajak
hanya dari orang asing saja, sedangkan rakyatnya bebas pajak. Demikian juga, bila
Hukum Taurat memang mengharuskan dan memiliki wibawa untuk pajak Bait Allah
maka orang yang diminta membayar pajak itu diperlakukan bukan sebagai rakyat
sendiri tetapi sebagai orang asing. Dengan perumpamaan ini, Yesus mau
menafsirkan Hukum Taurat tersebut dalam situasi serta zaman-Nya, bukan zaman
lainnya. Pada zaman-Nya, fungsi Bait Allah sendiri sudah mengalami kemerosotan
: bukan lagi sebagai rumah doa melainkan “sarang penyamun” (Mrk 11:17; Mat
21:13; Luk 19:46) dan tempat berbisnis (Yoh 2:16). Secara tidak langsung Yesus mau
membuka mata Petrus, dan tentunya pembaca Injil Matius, bahwa kini pajak Bait Allah
tidak memperlakukan orang Yahudi sebagai umat atau dengan kata lain kini para
penguasa masyarakat Yahudi tidak memperlakukan orang Yahudi sebagai rakyat. Dengan
demikian, secara tidak langsung Yesus sebenarnya mau menyampaikan kritik
terhadap penguasa Yahudi pada waktu itu agar mereka memperlakukan rakyat dengan
benar, dan juga memperlakukan Bait Allah sesuai fungsinya yang benar.
Tetapi mengapa Yesus tidak mengajak
Petrus untuk memboikot membayar pajak Bait Allah? Supaya tidak menjadi batu
sandungan. Artinya, Yesus menawarkan sikap berhati-hati agar tidak menyinggung
perasaan orang Yahudi dengan gagasan kebenaran tersebut. Ada cara yang arif
untuk menyampaikan kebenaran tersebut. Oleh karena itu, setelah “mengkhobahi” Petrus, Yesus
menyuruhnya memancing ikan di danau dan ikan pertama yang akan didapat Petrus
akan mengulum mata uang empat dirham.
Dalam teks asli Mat 17:27
sebetulnya disebutkan bahwa Petrus akan menemukan satu stater. Stater
adalah mata uang logam Romawi yang berlaku pada masa itu yang sama
nilainya dengan satu mata uang Yunani tetradrachma atau “empat dirham”
dari masa Yunani di Siria Palestina. Rupanya meski wilayah tersebut telah
dikuasai Romawi, tetradrachma masih dipakai sebagai alat pembayaran maupun
sebagai sebutan untuk mata uang stater, dan sebaliknya, mata uang tetradrachma
kerap juga disebut sebagai stater. Menjadi jelas, kemungkinan besar yang
dikulum ikan tersebut hanya satu keping mata uang, yaitu stater atau
tetradrachma yang bernilai mata uang 4 dirham. Jadi, dalam terjemahan bahasa
Indonesia, jangan dibayangkan ada empat keping mata uang dalam mulut ikan yang
dipancing Petrus. Boro-boro mengulum 4 keping mata uang, mengulum satu keping
saja sudah luar biasa bagi seekor ikan. Nah,
pada waktu itu mata uang stater atau tetradrachma sama nilainya dengan satuan
mata uang Yahudi, 1 syikel. Artinya dengan mata uang 1 stater (senilai 4 dirham)
tersebut cukup untuk membayar pajak Bait Allah untuk dua orang, yaitu Yesus dan
Petrus.
Setelah uraian singkat ini, menjadi
jelas bahwa persoalan utama dalam kisah ini adalah tafsir Yesus akan Hukum
Taurat mengenai pembayaran pajak Bait Allah seperti termaktub dalam Kel 30:13.
Sebagai konsekuensinya, kisah tidak berpusat pada penemuan ikan mengulum mata
uang. Kalau begitu silahkan saja anda membayangkan apakah mungkin ikan tersebut
bisa mengulum mata uang menurut imajinasi Anda karena kisah ini memang
seharusnya tidak dipahami sebagai kisah mukjizat.
Pesan Iman
Berbeda dengan
pajak Bait Allah yang bersifat penghormatan (tribute) terhadap Bait Allah sekaligus penebus dosa (atonement), Yesus di sini mau menyatakan
bahwa Dia sebenarnya BEBAS dari pajak Bait Allah karena Dia tidak berdosa dan
Dia adalah Putra Allah, sama seperti perumpamaan yang dibahas-Nya bersama
Petrus bahwa anak raja duniawi dibebaskan dari pajak kerajaan oleh bapanya
(Terjemahan bahasa Inggris menggunakan istilah anak, sedangkan terjemahan
bahasa Indonesia menggunakan rakyat, tapi intinya kurang lebih sama). Tapi
Yesus tidak mau masalah membayar pajak ini menjadi batu sandungan baik bagi
murid-murid-Nya atau pun orang-orang yang mau datang kepada-Nya. Karena menurut
kepercayaan Yahudi pada saat itu, selayaknya seorang Mesias harus taat pada
hukum-hukum Yahudi. Jadi kalau Yesus ketahuan tidak bayar pajak, maka ini akan
menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang mau datang kepadaNya, selain
tentunya bisa memicu keributan.
Satu hal yang bisa direnungkan :
Apakah kita masih keras kepala (secara iman) sehingga menjadi batu sandungan
bagi orang lain yang mau mengenal Kristus? Misalnya ngotot tidak mau datang ke
acara-acara tradisi keluarga (Cina, Sunda, Jawa, Batak dll) sehingga keluarga
mempunyai pandangan negatif terhadap Kristen? Padahal Yesus mengajarkan untuk
mengalah demi tujuan utama yang lebih penting, yaitu keselamatan bagi semua.
Cara Yesus membayar pajak melalui
perantaraan ikan justru makin menguatkan pernyataan bahwa Dia selayaknya BEBAS
pajak, karena terbukti Dia berkuasa atas alam dan isinya, Dialah Putra Allah.
Sekilas terkesan, bahwa cara yang dilakukan Yesus hanya untuk kepentingan
pribadi-Nya. Padahal kalau disimak lebih lanjut, ada hal yang penting di sini,
bahwa Yesus juga membayar pajak penebusan dosa untuk Petrus, bukan hanya untuk
pajak-Nya sendiri. Dan sebentar lagi di Yerusalem, Dia akan membayar pajak
penebusan dosa (atonement) untuk kita
semua, dengan harga yang sangat mahal!
ditulis oleh Peter Suriadi