Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. (Yoh 1:1-5)

Minggu, 19 Agustus 2012

MUNGKINKAH IKAN MENGULUM MATA UANG EMPAT DIRHAM?


Matius 17:24-27


24           Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum

              datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus

              dan berkata:

                                "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?"

25           Jawabnya:

                                "Memang membayar."

              Dan ketika Petrus masuk rumah,

              Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan:

                                "Apakah pendapatmu, Simon?

                                Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak?

                                Dari rakyatnya atau dari orang asing?"

26           Jawab Petrus:

                                "Dari orang asing!"

              Maka kata Yesus kepadanya:

                                "Jadi bebaslah rakyatnya.

27                            Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka,

                                pergilah memancing ke danau.

                                Dan ikan pertama yang kaupancing,

                                tangkaplah

                                dan bukalah mulutnya,

                                maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya.

                                Ambillah itu

                                dan bayarkanlah kepada mereka,

                                bagi-Ku dan bagimu juga."


Jesus and the Temple Tax


24      When they came to Capernaum,

          the collectors of the half-shekel tax went up to Peter and said,

                   "Does not your teacher pay the tax?"

25      He said,

                   "Yes."

          And when he came home,

          Jesus spoke to him first, saying,

                   "What do you think, Simon?

                   From whom do kings of the earth take toll or tribute?

                   From their sons or from others?"

26      And when he said,

                   "From others,"

          Jesus said to him,

                   "Then the sons are free.

27                However, not to give offense to them,

                   go to the sea and cast a hook,

                   and take the first fish that comes up,

                   and when you open its mouth you will find a shekel;

                   take that and give it to them

                   for me and for yourself."


in Latinae


24        Et cum venissent Capharnaum,

             accesserunt, qui didrachma accipiebant, ad Petrum

            et dixerunt:

                        " Magister vester non solvit didrachma? ".

25        Ait:      " Etiam".

            Et cum intrasset domum,

            praevenit eum Iesus dicens:

                        " Quid tibi videtur, Simon?

                        Reges terrae a quibus accipiunt tributum vel censum?

                        A filiis suis an ab alienis? ".

26        Cum autem ille dixisset:

                         " Ab alienis ",

            dixit illi Iesus:

                        " Ergo liberi sunt filii.

27                    Ut autem non scandalizemus eos,

                        vade ad mare et mitte hamum;

                        et eum piscem, qui primus ascenderit, tolle;

                        et, aperto ore, eius invenies staterem.
                        Illum sumens, da eis

                        pro me et te ".

Dalam Matius 17:24-27 dikisahkan Yesus menyuruh Petrus pergi memancing ikan, dan dari mulut ikan pertama yang tertangkap ternyata terdapat mata uang empat dirham. Mata uang empat dirham itu kemudian dibayarkan kepada pemungut pajak Bait Allah bagi Yesus dan bagi Petrus sendiri. Nah, yang seringkali menjadi persoalan apakah mungkin seekor ikan mengulum mata uang empat dirham? Apakah kisah tersebut mau mengungkapkan kemahakuasaan Yesus dalam membuat mukjizat? Apakah kisah tersebut mau menampilkan kemahatahuan Yesus? Jika tidak, apakah maksud Matius menulis kisah tersebut? Mari kita mencoba memahami duduk perkara agar menjadi jelas maksudnya.


Kisah ini terjadi setelah Yesus selesai melakukan beberapa pelayanan publik di Galilea dan mulai mengarahkan sebagian besar perhatian-Nya kepada kedua belas murid karena sebentar lagi mereka akan mengalami peristiwa yang amat menggoncangkan. Yesus mengumumkan untuk kedua kalinya tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya (Mat 17:22-23), hampir sama dengan pengumuman pertama kalinya (Mat 16:21-22). Yesus merasa perlu mengulang perkataan-Nya ini, untuk menghapus gagasan “monarki duniawi” yang terbenam dalam benak murid-murid-Nya sekaligus meyakinkan mereka bahwa ini sudah diprediksi sebelumnya dan merupakan bagian dari rencana-Nya. Tentunya hati para murid pun sedih sekali. Shock-nya mungkin tidak sehebat pada waktu pengumuman pertama, tapi kesedihannya tidak berkurang bahkan bertambah manakala perkataan pahit ini makin masuk ke dalam jiwa mereka menyebabkan gelombang kesedihan yang lebih besar. Apalagi setelah pengalaman Petrus sebelumnya, mereka tidak berani lagi mencoba mengoreksi dan membujuk Sang Guru.

Ketika Petrus masih bersedih karena pemberitahuan Yesus tersebut, seseorang kepadanya tentang apakah Yesus tidak membayar pajak Bait Allah sebesar 2 dirham. Perlu diketahui bahwa pada zaman Yesus, Hukum Taurat (bdk Kel 30:13;38:26) mewajibkan setiap orang Yahudi yang berusia 20 tahun ke atas wajib membayar pajak Bait Allah setahun sekali sebesar setengah syikel yang sama nilainya dengan 2 dirham. Pajak ini (bdk Kel 30: 11-16, 2Taw 24:6) ditujukan untuk pemeliharaan Bait Allah di Yerusalem dan kurban-kurban yang dipersembahkan di sana. Tetapi, Petrus buru-buru membela Yesus dengan mengatakan bahwa Yesus akan membayar pajak tersebut dan membicarakan masalah ini dengan-Nya di dalam rumah. Ketika mereka sudah masuk rumah, sebelum Petrus memulai pembicaraan, Yesus sudah mendahuluinya untuk bertanya jawab soal pajak itu.

Dalam bertanya jawab mengenai pajak tersebut Yesus memakai perumpamaan mengenai seorang raja yang memungut pajak hanya dari orang asing saja, sedangkan rakyatnya bebas pajak. Demikian juga, bila Hukum Taurat memang mengharuskan dan memiliki wibawa untuk pajak Bait Allah maka orang yang diminta membayar pajak itu diperlakukan bukan sebagai rakyat sendiri tetapi sebagai orang asing. Dengan perumpamaan ini, Yesus mau menafsirkan Hukum Taurat tersebut dalam situasi serta zaman-Nya, bukan zaman lainnya. Pada zaman-Nya, fungsi Bait Allah sendiri sudah mengalami kemerosotan : bukan lagi sebagai rumah doa melainkan “sarang penyamun” (Mrk 11:17; Mat 21:13; Luk 19:46) dan tempat berbisnis (Yoh 2:16). Secara tidak langsung Yesus mau membuka mata Petrus, dan tentunya pembaca Injil Matius, bahwa kini pajak Bait Allah tidak memperlakukan orang Yahudi sebagai umat atau dengan kata lain kini para penguasa masyarakat Yahudi tidak memperlakukan orang Yahudi sebagai rakyat. Dengan demikian, secara tidak langsung Yesus sebenarnya mau menyampaikan kritik terhadap penguasa Yahudi pada waktu itu agar mereka memperlakukan rakyat dengan benar, dan juga memperlakukan Bait Allah sesuai fungsinya yang benar.

Tetapi mengapa Yesus tidak mengajak Petrus untuk memboikot membayar pajak Bait Allah? Supaya tidak menjadi batu sandungan. Artinya, Yesus menawarkan sikap berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang Yahudi dengan gagasan kebenaran tersebut. Ada cara yang arif untuk menyampaikan kebenaran tersebut. Oleh karena itu,  setelah “mengkhobahi” Petrus, Yesus menyuruhnya memancing ikan di danau dan ikan pertama yang akan didapat Petrus akan mengulum mata uang empat dirham.

Dalam teks asli Mat 17:27 sebetulnya disebutkan bahwa Petrus akan menemukan satu stater. Stater adalah mata uang logam Romawi yang berlaku pada masa itu yang sama nilainya dengan satu mata uang Yunani tetradrachma atau “empat dirham” dari masa Yunani di Siria Palestina. Rupanya meski wilayah tersebut telah dikuasai Romawi, tetradrachma masih dipakai sebagai alat pembayaran maupun sebagai sebutan untuk mata uang stater, dan sebaliknya, mata uang tetradrachma kerap juga disebut sebagai stater. Menjadi jelas, kemungkinan besar yang dikulum ikan tersebut hanya satu keping mata uang, yaitu stater atau tetradrachma yang bernilai mata uang 4 dirham. Jadi, dalam terjemahan bahasa Indonesia, jangan dibayangkan ada empat keping mata uang dalam mulut ikan yang dipancing Petrus. Boro-boro mengulum 4 keping mata uang, mengulum satu keping saja sudah luar biasa bagi seekor ikan. Nah, pada waktu itu mata uang stater atau tetradrachma sama nilainya dengan satuan mata uang Yahudi, 1 syikel. Artinya dengan mata uang 1 stater (senilai 4 dirham) tersebut cukup untuk membayar pajak Bait Allah untuk dua orang, yaitu Yesus dan Petrus.

Setelah uraian singkat ini, menjadi jelas bahwa persoalan utama dalam kisah ini adalah tafsir Yesus akan Hukum Taurat mengenai pembayaran pajak Bait Allah seperti termaktub dalam Kel 30:13. Sebagai konsekuensinya, kisah tidak berpusat pada penemuan ikan mengulum mata uang. Kalau begitu silahkan saja anda membayangkan apakah mungkin ikan tersebut bisa mengulum mata uang menurut imajinasi Anda karena kisah ini memang seharusnya tidak dipahami sebagai kisah mukjizat.

Pesan Iman
Berbeda dengan pajak Bait Allah yang bersifat penghormatan (tribute) terhadap Bait Allah sekaligus penebus dosa (atonement), Yesus di sini mau menyatakan bahwa Dia sebenarnya BEBAS dari pajak Bait Allah karena Dia tidak berdosa dan Dia adalah Putra Allah, sama seperti perumpamaan yang dibahas-Nya bersama Petrus bahwa anak raja duniawi dibebaskan dari pajak kerajaan oleh bapanya (Terjemahan bahasa Inggris menggunakan istilah anak, sedangkan terjemahan bahasa Indonesia menggunakan rakyat, tapi intinya kurang lebih sama). Tapi Yesus tidak mau masalah membayar pajak ini menjadi batu sandungan baik bagi murid-murid-Nya atau pun orang-orang yang mau datang kepada-Nya. Karena menurut kepercayaan Yahudi pada saat itu, selayaknya seorang Mesias harus taat pada hukum-hukum Yahudi. Jadi kalau Yesus ketahuan tidak bayar pajak, maka ini akan menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang mau datang kepadaNya, selain tentunya bisa memicu keributan.

Satu hal yang bisa direnungkan : Apakah kita masih keras kepala (secara iman) sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain yang mau mengenal Kristus? Misalnya ngotot tidak mau datang ke acara-acara tradisi keluarga (Cina, Sunda, Jawa, Batak dll) sehingga keluarga mempunyai pandangan negatif terhadap Kristen? Padahal Yesus mengajarkan untuk mengalah demi tujuan utama yang lebih penting, yaitu keselamatan bagi semua.

Cara Yesus membayar pajak melalui perantaraan ikan justru makin menguatkan pernyataan bahwa Dia selayaknya BEBAS pajak, karena terbukti Dia berkuasa atas alam dan isinya, Dialah Putra Allah. Sekilas terkesan, bahwa cara yang dilakukan Yesus hanya untuk kepentingan pribadi-Nya. Padahal kalau disimak lebih lanjut, ada hal yang penting di sini, bahwa Yesus juga membayar pajak penebusan dosa untuk Petrus, bukan hanya untuk pajak-Nya sendiri. Dan sebentar lagi di Yerusalem, Dia akan membayar pajak penebusan dosa (atonement) untuk kita semua, dengan harga yang sangat mahal!


ditulis oleh Peter Suriadi

Selasa, 12 Juli 2011

Siapakah Dia Itu?

Matius 11 : 25 - 30


25           Pada waktu itu berkatalah Yesus:
                                "Aku bersyukur kepada-Mu,
                                Bapa, Tuhan langit dan bumi,
                                karena semuanya itu
                                Engkau sembunyikan bagi orang bijak
                                dan orang pandai,
                                tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.
26                           Ya Bapa,
                                itulah yang berkenan kepada-Mu.
27                           Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku
                                dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa,
                                dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak
                                dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
28                           Marilah kepada-Ku,
                                semua yang letih lesu dan berbeban berat,
                                Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
29                           Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku,
                                karena Aku lemah lembut
                                dan rendah hati
                                dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
30                           Sebab kuk yang Kupasang itu enak
                                dan beban-Ku pun ringan."


Rekan-rekan di ruang Alkitab!

Banyak orang ingin tahu mengenai siapa tokoh Yesus yang katanya mengerjakan hal-hal yang hebat. Mereka bertanya-tanya bagaimana dia dapat mengajarkan tentang Allah dengan caranya sendiri, dari mana dia peroleh kepandaian menyembuhkan dan kekuatan mengusir roh jahat, mengapa dia memilih dan mengutus rasul untuk menjalankan hal-hal yang hingga kini dilakukannya sendiri. Itulah pertanyaan yang mengusik batin orang.

SIAPAKAH YESUS ITU?
Apakah dia itu benar-benar tokoh dinantikan orang banyak (Mat 11:2-6)? Malah Yohanes Pembaptis bertanya demikian. Ada yang berpikir, bila ya mengapa ada yang berani menganggap sepi wartanya mengenai kedatangan Kerajaan Surga dan malah mengira ia berbicara yang bukan-bukan (Mat 11:7-19)? Bahkan di beberapa tempat seperti Khorazim, Betsaida, Kapernaum, orang-orang tak percaya kepadanya meskipun ia mengerjakan hal-hal yang ajaib (Mat 11:20-23). Apa yang dipikirkan Yesus sendiri tentang semua ini?

Tentunya kalian yang hidup pada zaman dan keadaan yang berbeda mempunyai pertanyaan lain, misalnya, apa arti mengikuti dia dalam masyarakat yang tidak lagi terbatas pada dunia orang Yahudi dulu, bahkan tidak ada hubungannya dengan dunia itu sama sekali. Bagaimana tetap bisa menerimanya dan meyakini ajarannya di tengah-tengah pelbagai tawaran ajaran keselamatan yang ada pada zaman kalian ini. Semua ini pertanyaan besar yang pasti mengusik batin kaum cerdik pandai. Tentu saja saya tidak akan ikut menerjuni gelanggang ini. Kali ini saya hanya akan menjelaskan pokok-pokok yang ada dalam petikan itu serta menunjukkan kaitannya dengan kehidupan orang yang memang sudah menerima dia. Saya kira begitu juga sikap kalian.

YESUS DAN BAPANYA
Dari pernyataan Yesus dalam Mat 11:25 dapat disimpulkan betapa ia sungguh mengenal Dia yang diwartakannya kepada orang banyak dengan pelbagai tindakannya: menyembuhkan orang, mengusir roh jahat, mengajar, mengutus para murid. Semua kegiatan itu dilakukannya agar orang makin mengenal kehadiran Allah di dunia, khususnya agar orang dapat melihat bahwa Allah itu Allah yang peduli, bahkan Dia bisa dipanggil Bapa. Semua yang dikerjakan Yesus itu demi Dia yang mengutusnya. Dan ia tidak ragu-ragu mengakui hal ini. Dalam saat-saat yang kurang menyenangkan, seperti ketika dimusuhi, ditolak, Yesus justru menimba kekuatan dari kesadaran batinnya itu.

Rekan saya Luc juga menyampaikan hal tadi. Malah menurut Luk 10:21 Yesus penuh kegembiraan dalam Roh. Di situ Luc sebenarnya mau menggambarkan kegembiraan Yesus ketika mendengar hasil kerja ke-70 muridnya. Mereka berhasil membuat kekuatan-kekuatan jahat takluk ketika mendengar mereka mewartakan nama Yesus. Bagi Yesus, jelas Bapanya sendiri bertindak. Ia merasakan kesatuan dirinya dengan Dia yang mengutusnya. Karena itulah upayanya berhasil. Mereka yang ikut serta memperoleh keberhasilan pula.

Ingin saya tambahkan satu hal. Keberhasilan jangan diukur semata-mata dari besarnya penerimaan orang lho! Ini bisa menjurus ke demam panggung. Luc juga tahu itu. Yesus menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilannya itu bergantung pada kesanggupannya dan kesanggupan para murid mewartakan kebaikan ilahi. Perkara diterima atau malah dicurigai itu bukan hal pokok. Para pendengar masih tetap memiliki kemerdekaan. Sisi ini tidak boleh diabaikan. Kalau mereka menjadi sedemikian terpesona dan tak bisa lain kecuali menerima begitu saja maka sulit dikatakan mereka merdeka. Cara seperti ini bukan cara Yesus, bukan juga cara Bapanya. Bukan cara para penerus karya Yesus. Itu cara kekuatan jahat yang biasa menyudutkan dengan macam-macam kebaikan yang mengikat. Bila begitu tak ada kemungkinan memilih, orang hanya akan tanda tangan dan habis perkara. Tapi batin mereka tidak diperkaya. Mereka malah jadi kerdil dan makin terbelenggu.

MEROMANTIKKAN "ORANG SEDERHANA"?
Kalian mungkin bertanya. Bukankah dalam ay. 25 Yesus bersyukur bahwa Bapanya menyembunyikan yang hendak disampaikannya terhadap pikiran orang-orang bijak dan orang pandai, tetapi Ia menyatakannya kepada orang kecil. Tapi jangan salah tangkap. Tak ada romantisme "orang kecil". Kita-kita ini sering mengidealkan orang sederhana, kaum kecil. Kita bilang kita mau omong kepada orang di jalanan. Kalau hanya ragam bicara, okay deh, tetapi tak usah kita terbuai retorika kita sendiri. Juga orang kecil jangan kita jadikan komoditi yang bisa diperdagangkan entah oleh Gereja entah oleh LSM entah oleh orang kecil sendiri. Nanti malah berakhir dengan memaksa-maksakan kebaikan kepada mereka dan tidak menjalankan hal yang diinginkan dia yang mengutus kita.

Yang dimaksud Yesus dengan orang bijak dan orang pandai di sini ialah orang yang merasa sudah tahu bahwa Allah bertindak begini dan bukan begitu. Tentu saja mereka itu tidak sebarangan. Memang mereka punya kitab-kitab keramat, dan tradisi. Tetapi mereka lama kelamaan membatasi ruang gerak Allah sendiri. Mereka sulit menerima bahwa Yang Mahakuasa itu dapat memakai cara-cara yang tidak biasa, yang belum jadi rutin. Dengan mengutus Yesus ia memakai cara yang tak lumrah. Yang Mahakuasa memusatkan diri pada manusia Yesus itu. Dia itu satu-satunya yang mendapat perkenan untuk menampilkan wajahNya kepada umat manusia. Karena itu Yesus dapat memanggilNya Bapa dan dapat mengajak kita berani ikut memanggilNya demikian. Jelas hanya Putra sajalah yang mengenal Bapa. Ini kesimpulan iman kami. Dan hanya orang-orang yang diajak dan mau menerima Putra dapat mengenali Bapa seperti Yesus sendiri. Itulah yang diungkapkan dalam ay. 26-27. Untuk menerima kenyataan iman ini, jalan orang bijak dan jalan orang pandai saja tak dapat menjamin. Memang mereka dapat sampai pada serangkai amatan mengenai kenyataan iman itu. Tapi belum berarti mereka hidup di dalamnya. Di sini perlu mereka menjadi orang kecil, menjadi orang yang mau menerima tanpa pamrih. Semacam komitmen dan keberanian melangkahi ambang. Sering sukar dijalani karena orang waswas, karena semua yang dipegang hingga kini tidak lagi kukuh. Yang menjamin ialah yang ada di seberang ambang itu, yang belum terpegang. Penyerahan, ya pasrah pada yang di sebelah sana, itulah sikap orang kecil. Mempertahankan pemikiran, mencari keamanan itu sikap orang bijak dan orang pandai yang tetap ada di sebelah sini. Mereka mandek di tengah jalan.

AJAKAN BAGI YANG PATAH SEMANGAT
Yesus sebetulnya tidak mengecam orang-orang yang dengan upaya sendiri mau mengerti siapa dia dan mau tahu apa hubungannya dengan Allah. Memang dikatakan sikap mau mengenalinya dengan upaya kebijaksanaan sendiri tidak membawa banyak hasil. Mereka nanti akan lelah. Bisa pula kecewa. Mereka akan kehilangan arah dan hilang semangat. Tetapi mereka tidak ditinggalkannya. Mereka telah melihat sejauh mana kebijaksanaan dan kepandaian mereka bisa menolong. Kini ditawarkannya satu hal yang dapat mengubah kehidupan mereka. Yang dapat membawa mereka ke tataran lain.

Bagi orang pada zaman itu jelas yang diarah ialah mereka yang dengan cermat dan saleh mengikuti perintah-perintah Taurat yang jumlahnya sampai 613 - enam ratus tigabelas! Perintah dan larangan ini bisa menjadi beban yang memberatkan dan tak menjamin kebahagiaan yang sejati dan belum tentu bisa menjadi ungkapan iman yang hidup. Nanti dalam Mat 23:4 Yesus memberi tahu orang banyak bahwa para ahli Taurat dan kaum Farisi memonopoli ajaran Musa dan memberatkan umat dengan perintah-perintah yang tidak mereka hayati sendiri. Tak mendatangkan hasil. Dan toh cara-cara itu dianggap cara beragama yang baik! Mereka menjadikan agama beban, bukan jalan memerdekakan batin agar dapat menerima kehadiran ilahi - dan menerima sesama seperti apa adanya.

Ada ajakan untuk ikut mengangkat beban yang dipanggul Yesus, ikut memikul yang dipikulnya. Menerima ajakan seperti ini melegakan. Kenapa? Bila mau pakai pikiran orang biasa, ya mestinya karena yang berat-berat sudah dipikulnya sendiri. Kita ini akan ikut memanggul beban bukan pertama-tama untuk ikut berkorban, ikut menderita, dst., melainkan sebagai tanda terima kasih bahwa dia sudah mau menjalankan tugas yang diberikan Bapanya itu. Kita sudah menikmati hasil jerih payahnya. Dan ungkapan terima kasih inilah yang mendasari keselamatan kita. Bukankah berterima kasih itu sama dengan mengakui kebaikan? Itulah yang dilakukan Yesus ketika ia bersyukur kepada Bapanya seperti terungkap pada awal bacaan hari ini. Orang yang mampu mengucap syukur akan menemukan jalan lapang. Mereka ini juga bisa mengajak orang lain maju terus. Itulah keleluasaan batin orang beriman.

Salam,
Matt

TAMBAHAN:  Dengar-dengar Za 9:9-10 akan kalian bacakan juga dalam kesempatan kali ini. Petikan itu menyoroti satu sisi baru dari sang "raja" Mesias  yang bakal dimuliakan di bukit Sion di Yerusalem. Dalam alam pikiran orang Yahudi dulu, juga pada zaman Yesus, tokoh Mesias turun temurun menjadi tumpuan harapan akan masa depan yang gemilang, yang jaya, yang adil dan makmur. Kalian tentu tahu bahwa harapan-harapan seperti ini terasa bila keadaan hidup di masyarakat sedang kurang baik. Keadilan serasa dilupakan para pemimpin. Kekerasan merajalela. Susahnya, tak begitu terlihat jalan ke perbaikan. Maka banyak orang mulai menginginkan dan mengangankan keadaan yang sempurna yang bakal datang yang dibawakan oleh seorang utusan resmi dari Yang Maha Kuasa sendiri. Cara ini juga dulu dipakai untuk memahami siapa Yesus tokoh yang semakin tenar di masyarakat dan memikat perhatian orang banyak.

Pada zaman kalian prinsipnya bisa jadi masih sama, cuma tentunya ujudnya agak lain. Gus barusan beritahu tentang keadaan di negeri kalian. Katanya ada pelbagai agama dan macam-macam aliran kepercayaan. Sebetulnya mirip zaman dulu juga. Dalam keadaan ini kerap kali agama berlomba-lomba cari pengaruh dengan macam-macam cara yang sering membuat orang rada kurang merasa enak. Kok gitu ya, batin orang. Memang umat agama juga masih tetap kumpulan manusia yang hidup dalam kaidah-kaidah hidup kemasyarakatan. Dalam hubungan ini bisa jadi agama jadi penghalal apa-apa saja yang melestarikan serta membesarkan kelompok sendiri.

Dalam petikan dari Zakharia itu disarankan agar orang tidak membiarkan diri dikuasai cara berpikir dan bertindak yang begitu. Nabi itu dengan berani mengatakan bahwa sang Terurapi yang betul-betul ini ialah tokoh yang "lemah lembut", dus tidak menakutkan dan tidak membuat orang mulai kehilangan kebebasan di hadapannya.. Ini gambaran yang berbeda dengan yang kerap ditawarkan pada zaman itu. Biasanya mereka berkampanye bagi Mesias yang hebat yang kuat, yang bakal menghantam mampus musuh. Dengan demikian barang siapa yang ikut dia akan dapat bagian dalam kebanggaan ini. Bukan itu, demikian Nabi Zakharia mau mengatakan. Mesias yang benar ialah yang membuat orang bisa bersimpati padanya dan di sinilah mulai ada rasa saling percaya, di sinilah mulai tumbuh iman dan kebenaran. Dan ini juga yang saya olah dalam pelbagai tulisan.

ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ

SEUMPAMA HARTA DAN MUTIARA...

Matius 13 : 44-52

44                           "Hal Kerajaan Sorga itu
                                seumpama harta yang terpendam di ladang,
                                yang ditemukan orang,
                                lalu dipendamkannya lagi.
                                Oleh sebab sukacitanya
                                pergilah ia menjual seluruh miliknya
                                lalu membeli ladang itu.
45                           Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu
                                seumpama seorang pedagang
                                yang mencari mutiara yang indah.
46                           Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga,
                                ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."
47                           "Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu
                                seumpama pukat yang dilabuhkan di laut,
                                lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan.
48                           Setelah penuh,
                                pukat itu pun diseret orang ke pantai,
                                lalu duduklah mereka
                                dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu
                                dan ikan yang tidak baik mereka buang.
49                           Demikianlah juga pada akhir zaman:
                                Malaikat-malaikat akan datang
                                memisahkan orang jahat dari orang benar,
50                           lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api;
                                di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
51                           Mengertikah kamu semuanya itu?"
                Mereka menjawab:
                                "Ya, kami mengerti."
52           Maka berkatalah Yesus kepada mereka:
                                "Karena itu
                                setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran
                                dari hal Kerajaan Sorga itu
                                seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru
                                dan yang lama dari perbendaharaannya."

Rekan-rekan yang budiman!
Kerajaan Surga menjadi pokok pengajaran dalam serangkaian perumpamaan  yang disampaikan dalam Mat 13. Ketiga yang pertama dibacakan sebagai Injil Minggu Biasa XVI/A 10 Juli dan XVI/A 17 Juli 2011: perumpamaan mengenai penabur beserta penjelasan khusus bagi para murid; perumpamaan mengenai lalang dan gandum dan penjelasannya yang mengapit perumpamaan biji sesawi dan ragi. Sesudah itu masih ada tiga perumpamaan lagi, yakni yang disampaikan sebagai  Injil Minggu Biasa XVII A 24 Juli 2011 (Mat 13:44-52). Dua yang pertama mengumpamakan Kerajaan Surga sebagai harta yang ditemukan di sebuah ladang (Mat 13:44) dan sebagai mutiara yang dicari saudagar (13:46). Yang menemukannya menjual seluruh miliknya agar dapat membeli ladang atau mutiara yang diinginkan itu. Dalam perumpaan yang ketiga (13:47-52), Kerajaan Surga diumpamakan sebagai jala besar yang menangkap macam-macam ikan. Nanti ikan yang baik dimasukkan dalam tempayan dan yang tak baik dibuang. Begitu pula, dikatakan di situ, orang jahat nanti akan dipisahkan para malaikat dari kumpulan orang baik. Tujuh perumpamaan ini dimaksud untuk memberi gambaran yang penuh mengenai Kerajaan Surga. Bagaimana tafsir keseluruhannnya? . 

HARTA DAN MUTIARA
Minggu lalu disarankan untuk mengerti perumpamaan mengenai sesawi dan ragi begini: lha biji yang sekecil sesawi saja atau ragi sedikit saja sudah bisa mengembang besar, apalagi Kerajaan Surga! Dapat juga cara ini diterapkan pada perumpamaan mengenai harta yang ditemukan di ladang dan mutiara indah yang sejak lama diinginkan seorang saudagar. Namun demikian, bila dalam kedua perumpamaan sebelumnya tadi pusat perhatian terletak pada kekuatan yang ada dalam Kerajaan Surga, kini pusat perhatian beralih kepada orang yang mencari kehadiran ilahi. Baik orang yang kaya seperti sang saudagar maupun orang yang boleh jadi hanya buruh tani saja menjual semua yang ada pada mereka agar dapat membeli barang yang diinginkannya. Bila harta di ladang dan mutiara indah dapat membuat orang sedia mempertaruhkan semua yang mereka miliki, apalagi Kerajaan Surga! Wajar bila orang merelakan apa saja yang dipegang hingga kini agar bisa masuk ke dalam Kerajaan itu.

Sebuah kotbah untuk merelakan segala milik kita demi yang lebih luhur? Sisi ini kadang-kadang terlalu digarisbawahi. Tetapi rasa-rasanya bukan itulah yang hendak disampaikan kedua perumpamaan tadi. Pendengar yang menikmati kedua perumpamaan tadi sudah rela dan sudah "menjual seluruh milik" mereka! Mereka yang menceritakan kembali perumpamaan tadi juga tidak bermaksud meyakin-yakinkan orang banyak agar menjadi seperti kedua orang tadi. Bukan ajaran muluk-muluk yang cepat gembos bila menghadapi kenyataan-kenyataan di dunia ini. Tak banyak artinya bila perumpamaan itu dianggap cuma menyerukan komitmen tunggal pada Kerajaan Surga. Ini sudah diandaikan. Lalu, apa warta yang dapat diperdengarkan bagi orang-orang pada zaman ini?

MERAIH YANG DIINGINKAN
Apa inti kedua perumpamaan kali ini? Orang yang menemukan harta di ladang dan kemudian memendamnya lagi di situ boleh jadi hanya buruh harian yang menggarap ladang yang bukan miliknya. Ia tidak memiliki tanah. Ia memang memiliki beberapa barang, tak banyak, tapi kiranya cukup untuk "menebus" ladang yang ada hartanya tadi. Tak perlu kita lanjutkan ke soal yuridik - ini kan perumpamaan untuk mengajak pendengar berpikir. Apa yang membuat orang tadi bersukacita? Bukan semata-mata karena menemukan harta, melainkan karena melihat sebentar lagi ia bisa menjadi pemilik ladang yang ada harta karunnya! Dari sewaan menjadi milik, dari hidup kais pagi pagi makan pagi menjadi orang yang terpandang. Ini cita-cita orang pada umumnya. Nah, menemukan Kerajaan Surga itu akan membuat orang menjadi pribadi yang terpandang jadi orang yang mampu melaksanakan keinginan dan hasrat-hasrat.

Bagaimana dengan saudagar yang tentunya sudah jadi orang terpandang? Jangkauannya lain. Ia mencari yang terindah. Di situlah sumber kepuasannya. Begitulah nanti ia akan dikenal sebagai dia yang punya mutiara langka! Saudagar mana yang tidak ingin demikian? Orang yang sebetulnya sudah tidak butuh apa pun dalam hidup ini masih dapat juga menginginkan sesuatu yang langka. Begitulah daya tarik Kerajaan Surga digambarkan. Masih patut dicita-citakan, juga oleh orang yang serba berkecukupan.

Dalam tafsiran di atas Kerajaan Surga tidak lagi tampil sebagai tempat yang nun ada "di sana", tak bergerak, sudah jadi. Yang tampil dalam perumpamaan itu ialah diri orang yang mencarinya dengan sungguh. Dan dalam menjalani ia mendapatkannya. Bila demikian maka Kerajaan Surga bisa menjadi bagian kehidupan. Juga keanekaan akan ikut termasuk di dalamnya. Jadi apa saja boleh, apa saja bisa? Wah ini perkara yang baru terjawab dengan perumpamaan mengenai jala yang besar. Marilah kita tanya Matt sendiri. Hanya dialah di antara para penulis Injil yang menceritakannya.

MACAM-MACAM TAPI...
GUS     : Matt, mau tanya. Ini satu-satunya perumpamaan yang diangkap dari kehidupan
               nelayan. Mark dan Luc tak menyebutnya. Oom Hans juga tidak mencatatnya.
               Dapat dari mana?
MATT : Dari murid-murid Yesus yang mendengarnya dari dia sendiri. Kan juga begitu
              kata ilmu tafsir kalian.
GUS    : Gini nih, apa bisa dikatakan perumpamaan jala ini gema perumpamaan lalang
              dan gandum?
MATT : Memang! Yang baik pada mulanya ada bersama dengan yang tak baik,
              semuanya diambil dan dipisahkan pada akhir. Dan malaikat-malaikatlah
              yang nanti mengerjakannya.
GUS    : Jadi kekuatan dari atas sana sendiri. Dan kita diam saja?
MATT : Persis! Tapi diam itu bukan tak peduli lho.
GUS    : Kalau begitu sebaiknya membiarkan diri dikenali sebagai yang baik oleh
             kekuatan-kekuatan ilahi tadi. Ya kan?
MATT : Kalau tidak terburu-buru, perumpamaan itu jadi jelas dengan sendirinya.
GUS    : Masih penasaran. Jadi ikan yang tak baik itu mereka yang tidak mau dikenali
             Tuhan sebagai orang baik-baik? Boleh dibaca begitu?
MATT : Tentu saja perumpamaan baru berguna bila makin dipikirkan maknanya.
GUS    : Kalau begitu, tak ada hitam putih begitu saja di jagad ini?
MATT : Lha iya, mana ada hidup yang hitam putih, kayak berselancar ikut instink rohani.
              Nggak asyik.
GUS    : Kembali nih, bagaimana sikap tidak bersedia dikenali sebagai yang baik itu bisa
             digambarkan lebih jelas?
MATT : Kawan, ini soal pilihan. Orang kan bisa memilih begini atau begitu dan
              menjalaninya.Yang mau memilih Kerajaan Surga selamat. Yang tidak mau,
              ya tahu sendiri nanti, getun meratap sambil kertak gigi.
GUS    : Kok serem amat. Boleh pula kan dikatakan, Kerajaan Surga itu dapat dimasuki
             oleh orang meluangkan diri bagi Yang Ilahi - menjadi orang baik - dikenali sebagai
             yang baik.
MATT : Lha mau penjelasan apa lagi. Kalau orang menjadi tempat hadirnya Tuhan, apa
              malaikat-malaikat tidak bakal mengenalinya sebagai orang yang baik?

BELAJAR DARI MATT
Terhenyak saya oleh penegasan Matt tadi. Tak nyana perumpamaan itu memuat ajaran kebatinan yang amat dalam, tapi juga yang tetap berpijak di bumi. Baik buruk ditampilkan dalam kaitan kesediaan manusia membiarkan diri didiami Yang Ilahi sendiri. Kita kadang-kadang lebih biasa berbicara mengenai kekuatan jahat merasuki orang. Kok tidak mengenai kekuatan ilahi yang mendiami batin ya? Berpikir ke situ maka pertanyaan yang diucapkan Yesus dalam ayat 51, "Mengertikah kamu semuanya itu?" tentu juga dimaksud bagi kita. Dan pembicaraan dengan Matt tadi boleh membuat kita ikut berani menjawab, "Ya kami mengerti." Bila demikian maka kita bakal siap menerima ajaran yang termuat dalam ayat 52. "Setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga akan mengeluarkan itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama."

GUS    : Matt, kau bicara mengenai ahli Taurat yang "menerima pelajaran" mengenai
              Kerajaan Surga. Di situ kaupakai kata Yunani "matheeteutheis". Tentunya
              belajar dari guru yang hadir dalam batin dan bukan hanya mendengar dari
              orang-orang lain kan?
MATT : Ehm!
GUS    : Kepegang nih. Kata "matheeteutheis" itu bunyinya membuat orang ingat akan
              namamu "Maththaios". Kayak tanda tangan. Kau mengaku sebagai ahli Taurat
              yang telah banyak berguru tentang Kerajaan Surga dan mau mengundang
              siapa saja datang mendengarkan. Kepada tamu-tamu itu akan kauceritakan
              yang kauketahui sejak dulu dan yang baru saja kaupahami kini. Begitu kan
              maksudnya harta yang lama dan yang baru?
MATT :You're the exegete!

Matt mau memberikan semua yang diketahuinya tentang Kerajaan Surga, baik dari khazanah Taurat maupun dari pengetahuan yang diperolehnya dari pergaulan dengan para murid Yesus sendiri. Dan tentu saja dari pengalaman rohani yang makin tumbuh. Ia sendiri bersedia diajari dan telah menerima pelajaran mengenai kehadiran Yang Ilahi dalam diri Yesus dan mau meneruskan semuanya kepada kita yang membaca Injilnya. Ini harta yang kedapatan terpendam di ladang. Ini mutiara indah yang menunggu.

Salam hangat,
A. Gianto & Matt M.

ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ

Senin, 11 Juli 2011

BENIH YANG BERHASIL DAN LALANG YANG MANDUL

Matius 13:24-43




24           Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka,

                kata-Nya:
                                 "Hal Kerajaan Sorga itu
                                seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.
25                           Tetapi pada waktu semua orang tidur,
                                datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu,
                                lalu pergi.
26                           Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir,
                                nampak jugalah lalang itu.
27                           Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya
                                dan berkata:
                                Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan?
                                Dari manakah lalang itu?
28                           Jawab tuan itu:
                                Seorang musuh yang melakukannya.
                                Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya:
                                Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu?
29                           Tetapi ia berkata:
                                Jangan,
                                sebab mungkin gandum itu ikut tercabut 
                                pada waktu kamu mencabut lalang itu.
30                           Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
                                Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai:
                                Kumpulkanlah dahulu lalang itu
                                dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar;
                                kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku."
31           Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka,
                kata-Nya:
                                "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi,
                                yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.
32                           Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih,
                                tetapi apabila sudah tumbuh,
                                sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain,
                                bahkan menjadi pohon,
                                sehingga burung-burung di udara datang 
                                bersarang pada cabang-cabangnya."
33           Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka:
                                "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi
                                yang diambil seorang perempuan
                                dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat
                                sampai khamir seluruhnya."
34           Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan,
                dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka,
35           supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi:
                                "Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan,
                                Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan."
36           Maka Yesus pun meninggalkan orang banyak itu,
                lalu pulang.
                Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya:
                                "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu."
37           Ia menjawab,
                kata-Nya:
                                "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia;
38                           ladang ialah dunia.
                                Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan
                                dan lalang anak-anak si jahat.
39                           Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis.
                                Waktu menuai ialah akhir zaman
                                dan para penuai itu malaikat.
40                           Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api,
                                demikian juga pada akhir zaman.
41                           Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya
                                dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan
                                dan semua orang yang melakukan kejahatan 
                                dari dalam Kerajaan-Nya.
42                           Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api;
                                di sanalah akan terdapat ratapan
                                dan kertakan gigi.
43                           Pada waktu itulah orang-orang benar
                                akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka.
                                Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"


Rekan-rekan yang budiman!
Petikan yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XVI A tahun ini memuat tiga perumpamaan mengenai Kerajaan Surga: lalang dan gandum (Mat 13:24-30); sesawi (13:31-32), dan ragi (13:33-35) diikuti dengan penjelasan Yesus mengenai perumpamaan yang pertama khusus bagi murid-muridnya (13:36-43). Rangkaian seperti ini juga terdapat dalam petikan Minggu lalu (Mat:1-23), yakni perumpamaan mengenai penabur serta penjelasannya kepada murid-muridnya. Di situ diperlihatkan betapa rapuhnya benih Kerajaan Surga. Oleh karenanya perlu ada tanah yang cocok  serta penggarapan yang sungguh agar dapat bertumbuh dan berbuah. Petikan hari ini memperlihatkan sisi-sisi lain. Lalang yang tumbuh bersama dengan gandum menggarisbawahi daya-daya gelap tidak sertamerta tersingkir dari kehidupan orang beriman. Kerajaan Surga juga seumpama sesawi dan ragi. Walaupun pada awalnya kecil dan sedikit, nanti bila tumbuh dan berkembang akan menaungi dan merasuki banyak orang. Para pendengar diajak menarik hikmat dari perumpamaan-perumpamaan itu untuk membaca kembali iman dalam mengikuti Yesus.

DI  ANTARA KEKUATAN-KEKUATAN GELAP
Perumpamaan mengenai benih lalang yang ditaburkan musuh di ladang gandum menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan gelap masih tetap membayangi orang-orang yang sudah mau menerima kehadiran ilahi. Sekaligus ditegaskan bahwa keadaan ini nanti akan berakhir. Satu saat yang gelap akan dipisahkan dari yang terang.

Dalam perumpamaan ini diceritakan satu saat para penggarap ladang ("hamba-hamba") melapor kepada pemilik bahwa ada lalang tumbuh di situ padahal sang pemilik kan hanya menabur benih baik, yakni benih gandum. Pendengar sebelumnya sudah mendengar bahwa pada malam hari seorang musuh menyebarkan bibit lalang, namun para penggarap belum tahu. Yang empunya ladang tetap tenang. Ia sadar apa yang terjadi dan memberitahu para penggarap bahwa ada lawan yang menabur lalang di situ. Para penggarap ladang mau segera mencabuti lalangnya. Dan memang biasanya ladang sering disiangi dan dibersihkan dari tetumbuhan lain. Tetapi dalam perumpamaan ini pemilik mencegah. Aneh! Sikap pemilik itu bukan seperti yang biasa terjadi.

Pendengar yang tahu seluk beluk penggarapan ladang juga segera merasa ada yang tak wajar. Lalang biasanya segera dicabuti, juga bila tumbuh lagi. Semakin aneh lagi, alasannya ialah agar gandum tak ikut tercabut. Mana mungkin! Para penggarap kan tahu betul mana lalang dan mana gandum. Kadang-kadang terdengar tafsiran bahwa jenis lalang yang dibicarakan di sini boleh jadi amat mirip dengan gandum sehingga resiko yang diungkapkan pemilik tadi jadi lebih masuk akal. Namun penjelasan seperti ini sebetulnya dicari-cari dan malah memiskinkan perumpamaan tadi. Dalam perumpamaan wajar ada hal yang mengusik dan tak langsung terasa klop. Justru unsur itulah yang dapat membuat orang berpikir lebih lanjut. Oleh karena itu lebih baik kita biarkan saja keanehan pemilik ladang tadi. Ia melarang para penggarap ladang itu melakukan pembersihan. Tentu para penggarap akan bertanya-tanya terus. Pendengar akan dapat ikut menikmati ajaran perumpamaan ini bila bersedia membiarkan keanehan tadi.

Kekuatan jahat memang terasa mengancam. Dan tidak dapat disangkal adanya. Yang bisa dilakukan ialah belajar mengenali gerak geriknya. Manusia kiranya juga tak bakal mampu meniadakannya dengan kekuatan sendiri. Nanti akan dijelaskan kepada para murid bahwa lalang ialah orang-orang yang memihak yang jahat. Mereka itu disemai oleh Iblis sendiri. Iblis juga pernah menggoda Yesus tanpa hasil, dan kini Yesus mengajar murid-muridnya agar tahu cara-cara yang dipakai Iblis mengeruhkan keadaan. Para murid dapat belajar menjadi semakin mampu juga membedakan yang baik dari buruk.

ADA AKHIRNYA, NAMUN OLEH SIAPA?
Pemilik ladang berkata, biarkan lalang dan gandum terus tumbuh sampai panenan. Baru saat itu ia sendiri akan menyuruh para penuai - bukan penggarap yang tadi datang melaporkan adanya lalang - untuk memisahkan lalang dari gandum. Dalam penjelasannya nanti, Yesus mengatakan bahwa para penuai itu ialah malaikat (ayat 39). Dengan kata lain, kekuatan dari langit sendirilah yang akan membasmi yang jahat. Bukan penggarap yang ada di dunia.

Yang terjadi pada musim panen pada akhir zaman dapat menerangkan mengapa pemilik membiarkan lalang tumbuh dan malah melarang penggarap mencabutinya. Pemilik yang tadi menaburkan benih baik tetap tampil sebagai tokoh berwibawa dan tahu apa yang bakal dilakukannya. Ladangnya tak bakal rusak. Panenannya pasti. Ia tidak tergoda bereaksi sesaat meskipun mendapat laporan ada lalang tumbuh di sela-sela gandum. Ia tahu ada pengganggu. Dan ia mengajak para penggarap mengenali gerak gerik musuh pengganggu dan tidak terjerumus ikut bermain dengannya tanpa sadar.

Siapakah tokoh itu? Dalam penjelasan kepada para murid, diterangkan bahwa pemilik yang menaburkan benih baik itu ialah Anak Manusia. Ungkapan ini menunjuk kepada diri Yesus sendiri sebagai dia yang telah mendapat kuasa ilahi sepenuhnya untuk mengurus jagat ini. Boleh kita ingat kembali sosok serupa Anak Manusia dalam penglihatan Dan 7:13-14 yang datang ke hadapan Yang Mahatinggi ("Yang Lanjut Usia") untuk menerima kekuasaan dan kemuliaan yang kekal dan "kerajaannya ialah kerajaan yang tak akan musnah". Para murid akan langsung menangkap rujukan kepada tokoh dalam Kitab Daniel ini. Yesus yang mereka ikuti itulah Anak Manusia ini! Untuk apa waswas? Lalang tak lagi berarti apa-apa baginya. Di hadapan tokoh seperti ini kenyataan yang jahat macam apa pun tak lagi bisa menggoncang. Tak perlu berusaha menyiangi lalang menyingkirkan keburukan. Serahkan padanya! Lebih bijaksana berupaya menyadari diri sebagai benih baik dan tumbuh sebaik-baiknya sampai bisa dituai hasilnya. Dalam penjelasan nanti, benih ini disebut "anak-anak Kerajaan", artinya orang-orang yang hidup dalam naungan kuasa Anak Manusia menurut Kitab Daniel tadi. Kerajaannya tak bakal musnah. Para murid  boleh merasa tenteram meski hidup di sela-sela lalang, yakni "anak-anak si jahat" yang berasal dari Iblis sendiri. Orang tak diminta memandang diri sebagai yang ditugasi memerangi yang jahat. Yang akan mengakhiri yang jahat itu kekuatan dari atas sana. Orang hanya diminta semakin menjadi diri sendiri: benih yang baik, menjadi anak-anak kerajaan.

Mereka juga disebut orang-orang benar yang akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka (ayat 43). Inilah hidup orang yang mau mengikuti dan memihak pada Anak Manusia. Pusat perhatian bukan pada mencabuti lalang kegelapan, tetapi pada tindakan ikut mengujudkan karya Anak Manusia sendiri. Inilah panggilan para murid. Inilah yang hendak diajarkan kepada orang banyak juga. Inilah spiritualitas budi jernih, bukan sikap rohani yang mau memerangi apa-apa yang dirasa tak beres.

SESAWI DAN RAGI SAJA BEGITU, APALAGI KERAJAAN SURGA!
Kerajaan Surga juga diumpamakan dengan biji sesawi yang meskipun terkecil dari antara biji-bijian (ayat 32) bisa menjadi pohon yang rindang. Jalan pikirannya begini. Bila biji sekecil itu saja bisa tumbuh besar menjadi pohon yang menaungi burung-burung, apalagi benih Kerajaan Surga, pasti dapat tumbuh menaungi siapa saja. Ini penyampaian dengan cara "a fortiori". Begitu pula perumpamaan mengenai ragi yang diambil dan diadukkan ke dalam tepung (ayat 33). Meski tak kelihatan, dayanya segera merasuki ke mana saja, bahkan dapat membuat 40 liter tepung berkembang. Nah, bila ragi saja punya kekuatan seperti itu, apalagi Kerajaan Surga, pasti akan lebih mampu mengembangkan siapa saja yang bersentuhan dengannya sekalipun tak terlihat jelas! Memahami perumpamaan sesawi dan ragi dengan cara ini dapat membuat orang semakin memahami betapa besar dan kuatnya Kerajaan Surga yang diwartakan Yesus.

TETAP BERPIJAK DI BUMI YANG NYATA
Meskipun demikian hidup berdekatan dengan utusan Yang Ilahi sendiri juga tetap perlu mengakui adanya kenyataan yang jahat. Tak bijaksana bila orang berupaya meniadakan yang jahat begitu saja dengan kekuatan sendiri. Salah-salah akan terkecoh. Yang bisa dijalankan ialah membawakan perkara ke pemilik. Dia akan menanggapinya dengan bijaksana. Dan boleh kita belajar dari dia. Perjalanan yang semakin memisahkan yang baik dari yang buruk sudah mulai dan akan berakhir. Tetapi yang melaksanakan pemisahan ialah Anak Manusia. Dia yang telah mendapat kuasa ilahi itu akan datang dengan kekuatan-kekuatan surgawi. Tugas orang benar? Ya hidup sebagai orang benar, tumbuh sebagai benih baik dan tidak berubah rupa jadi lalang dan mandul seperti mereka! Itulah kekuatan Kerajaan Surga yang tumbuh seumpama sesawi dan yang menjadi ragi bagi dunia.

Salam hangat,
A. Gianto

Ditulis oleh Romo Agustinus Gianto, SJ